Kamis 09 Apr 2020 18:35 WIB

Produksi Gabah Diprediksi Menurun, Bulog Optimalkan Serapan

Produksi gabah kering giling periode Januari-Mei 2020 sebesar 25,5 juta ton

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Petani menjemur gabah (ilustrasi).
Foto: Antara/Abriawan Abhe
Petani menjemur gabah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Produksi gabah kering giling (GKG) pada periode Januari-Mei 2020 diprediksi mengelalami penurunan dibanding dua tahun sebelumnya. Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso, memastikan, pihaknya akan mengoptimalkan serapan gabah agar Bulog memiliki cadangan beras yang kuat.

"Berdasarkan prediksi dari Badan Pusat Statistik dan Kementerian Pertanian kemungkinan produksi turun dibanding tahun-tahun yang lalu. Tapi kami tetap berusaha," kata Budi dalam Rapat Dengar Pendapat Virtual bersama Komisi IV DPR, Kamis (9/4).

Baca Juga

Dalam data yang dipaparkan, produksi gabah kering giling periode Januari-Mei 2020 sebesar 25,5 juta ton. Angka tersebut lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2018 dan 2019 yang masing-masing mencapai 28,1 juta ton dan 29,8 juta ton. Data tersebut merupakan proyeksi Badan Pusat Statistik yang menggunakan metode Kerangka Sampel Area (KSA).

Adapun, puncak panen raya juga mengalami kemunduran. Dari dua tahun lalu yang jatuh pada bulan Maret menjadi April pada tahun 2020. Selain proyeksi beras yang menurun, pada tahun ini juga ditemukan berbagai kendala petani. Salah satunya hama tikus bisa membuat produksi berkurang.

Melihat situasi tersebut, Budi mengatakan, Bulog telah berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian untuk melakukan pemetaan penyerapan gabah petani. Para penggilingan padi swasta juga telah menjalin kerja sama dengan Kementan untuk berkomitmen menyerap gabah petani pada puncak panen kali ini.

"Dengan begitu, penyerapan gabah petani pada panen raya kali ini bisa benar-benar maksimal," ujarnya.

Lebih lanjut, Buwas mengatakan, dalam penyerapan hasil petani tahun ini sepenuhnya akan diserap dalam bentuk gabah. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya di mana Bulog kerap menyerap hasil petani dalam bentuk beras yang siap dikonsumsi.

Penyerapan dalam bentuk gabah juga membuat Bulog dapat lebih lama menyimpannya di gudang ketimbang beras yang lebih mudah rusak jika tertimbun dalam waktu lama. "Kami berpedoman agar serap gabah petani sebanyak mungkin, walaupun target kami di tahun ini memang 1,4 juta ton. Tapi kita tidak terbatas pada angka itu saja," ujar dia.

Sementara itu, Ekonomi Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bustanul Arifin, menambahkan bahwa Bulog perlu terus melakukan pembelian gabah petani. Sebab, pada saat ini nasib petani tengah terancam akibat wabah Covid-19.

Ancaman itu terlihat dari indeks Nilai Tukar Petani (NTP) yang terus mengalami penurunan dalam tiga bulan terakhir. Pada Maret 2020, NTP turun 1,22 persen menjadi 102,09. Penurunan terjadi pada seluruh subsektor usaha pertanian.

Penurunan NTP itu menunjukkan, nilai uang yang diterima petani dari usahanya lebih rendah dari nilai uang yang dibayarkan petani untuk kebutuhan hidupnya. Situasi itu perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah terlebih dalam situasi seperti sekarang. "Perlu ada penyelamatan petani di masa pandemi," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement