Rabu 08 Apr 2020 23:28 WIB

Penjahit Metro Atom Pasar Baru Mulai Buka Kios

Setelah dua pekan tutup untuk social distancing, kini mereka mulai berjualan.

Seorang warga duduk di antara pertokoan yang tutup di Pasar Baru, Jakarta, Jumat (3/4/2020). Sebagian besar pertokoan menutup usahanya sesuai edaran pemerintah untuk mengantisipasi penyebaran virus corona atau COVID-19
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Seorang warga duduk di antara pertokoan yang tutup di Pasar Baru, Jakarta, Jumat (3/4/2020). Sebagian besar pertokoan menutup usahanya sesuai edaran pemerintah untuk mengantisipasi penyebaran virus corona atau COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah penjahit di Metro Atom Pasar Baru, Jakarta Pusat mulai membuka kios. Setelah dua pekan tutup mengikuti imbauan pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk melakukan social distancing, kini mereka mulai berjualan mencegah penularan Covid-19.

Uni Ayi (51) penjahit Metro Atom Pasar Baru, saat ditemui Rabu, mengatakan sudah dua hari ini penjahit mulai ramai membuka kiosnya tapi pelanggan sepi. "Kemarin-kemarin yang buka cuma empat orang termasuk saya, tapi sekarang sudah mulai banyak yang buka, mungkin ada 10 kios," kata Ayi yang sudah tiga tahun menjadi penjahit di Metro Atom Pasar Baru.

Baca Juga

Menurut Uni Ayi, sejak tanggal 14 Maret 2020 kios-kios penjahit di Metro Atom Pasar Baru lantai bawah tutup, sebagian besar penjahitnya merupakan pendatang dari wilayah Jawa dan Sumatera. Ia menyebutkan, terdapat sekitar 100 penjahit di Metro Atom Pasar Baru menyediakan jasa menjahit pakaian pesta, pakaian harian, pakaian dinas, menyediakan jasa mengobras untuk penjahit rumahan, atau memasang kancing baju serta permak pakaian.

Sejak diberlakukan pembatasan sosial pertama awal Maret lalu, pendapatan penjahit menurun karena banyak pelanggan yang tidak datang baik memesan baju maupun mengambil pesanan yang sudah jadi. "Ampun angkat tangan saya, kalau mikirkan situasi sekarang," kata Uni Ayi.

Menurut Uni Ayi, menjelang Ramadhan biasanya dia dan sejumlah penjahit lainnya sudah penuh menerima pesanan jahitan, jumlahnya bisa mencapai 30 mode baju.

Tapi sejak pandemi Covid-19, lanjut dia, penjahit belum menerima pesanan pakaian pelanggan ataupun pemesan lainnya. Bahkan para penjahit mencoba menghubungi para pelanggannya untuk menjemput jahitannya, tapi beralasan belum bisa keluar rumah. "Jangankan untuk pesan, yang pesanannya udah jadi saja belum datang-datang," kata Uni Ayi.

Situasi ini membuat sejumlah penjahit terpaksa bertahan dengan menghemat pengeluaran karena pendapatan mereka sudah berkurang dari sebelumnya. Sementara uang sewa kios tetap harus dibayar tanpa ada pengurangan dari pengelola. Sebulan Uni Ayi dan teman-temannya membayar sewa kios berukuran 2x2 meter sebesar Rp1,2 juta, belum lagi untuk biaya rumah tangga.

"Itulah yang kami pikirkan, uang sewa kios jalan terus, sementara pesanan jahitan sepi, kami harus tetap buka mau tidak mau," kata Angga (40) penjahit lainnya.

Tetap bekerja di tengah pandemi Covid-19 sebenarnya membuat Uni Ayi, Angga dan penjahit lainnya khawatir.  Tapi alasan kebutuhan rumah tangga karena tidak ada jaminan akan ada bantuan yang mereka dapatkan membuat mereka tetap keluar rumah dan membuka kios.

Menurut Angga, selama bekerja dengan niat yang tulus mencari nafkah diikuti kekhawatiran tersebut sirna. "Yang pasti kita jaga diri, lindungi diri seperti pakai masker, rajin cuci tangan, atau pakai hand sanitizer, juga jaga jarak, pulang ke rumah langsung mandi, Insya Allah sehat selalu," kata Angga.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement