Rabu 08 Apr 2020 08:22 WIB
haji

Takhyul Di Seputaran Ibadah Haji

Takhatuyul di seputaran ibadah haji.

Kabah yang sepi dari jamaah di Masjid al Haram, Kota Suci Makkah, Arab Saudi, Sabtu, 7 Maret 2020. Masjid al Haram sepi karena virus corona.
Foto: AP Photo/Amr Nabil
Kabah yang sepi dari jamaah di Masjid al Haram, Kota Suci Makkah, Arab Saudi, Sabtu, 7 Maret 2020. Masjid al Haram sepi karena virus corona.

REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Ada banyak kisah alam gaib atau takyul di sekitar haji. Hal ini dicatat oleh penulis asal Prancis, Henri Chambert-Loir,. Dalam bukuya bertajuk soal ‘Naik Haji Di Masa Silam’ ada kisah yang menarik soal tahyul dan haji. Rangkuman tulisannya begini:

 

 

 

Banyak penulis mengecam macam-macam takhyul yang mencemari ibadah  haji. R.A.A. Wiranatakoesoema (konjen haji 1900-an, red) mencatat soal tersebut, terutama mencela takhyul dari Jamaah haji asal kampunya, Sunda. Kisah ini dia tulis dalam bahasa Belanda. Ia memberi judul tulisannya ‘Takhyul dan Tipu’. Wiranata mencontohkan perilaku jamaah haji asal Sunda yang membawa bibit padi ke Mekkah. Bahkan bibit itu dibawanya waktu melakukan tawaf di sekeliling Ka’bah. Harapannya, agar bibit itu akan tumbuh menjadi bibit yang subur nanti saat di tanam.

 

Di masa kini hal serupa juga dicatat oleh mendiang pakar ulmu Hadits, Mustofa M Yaqub.  Dia mengaku soal takhyul yang harus diberantas malah sudah sejak zaman Rasullah hidup ketika menghancuran aneka berhala yang ada di Ka’bah. Mustofa menulis dalam bukunya ‘Menyembah Ka’bah dan Batu Hitam’. Dia mengutuk perilaku takhyul yang tampak menyembah dan mengeramatkan Ka’bah.

 

 

Mendiang Nuccholish Madjid juga menjelaskan mengapa Ka’bah kadang diperlakukan seperti itu oleh sebagian Muslim itu.” Di Mekkah itu mengapa baju Ka’bah (kiswah) memang sering ditarik ke atas seolah Ka’bah seperti seorang gadis yang kelihatan betisnya. Itu sebenarnya untuk menghindari agar tidak diganduli orang banyak, dan bahkan digunting utuk dibawa pulang ke kampung masing-asing untuk dijadikan jimat. I

 

 

Namun, gejala ini jelas buan khas Indonesia saja.  Hampir seua kisah haji mengandung anekdot tentang tingkah laku jamaah dari segala bangsa yang mengeramatan Ka’bah atau makam Nabi Muhammad di Madinah. Di Malaysia misalnya ada semacam kepercayaan tuyul yang biasa diimpor ketika berhaji di tanah suci. Dan tak hanya di Malaysia kepercayaan ini dahulu tumbuh subur di masyarat Jawa.

 

 

Berbagai jenis takhyul lain yang subur di Malaysia terkait ibadah haji bahwa doa yang diucapkan seorang haji dianggap makbul dan manjur selama empat pulih hari sepulangnya dari tanah suci. Sehingga para haji sering diminta mendoakan orang sakit. Kepercayaan ini juga berlaku di Indonesia.

 

 

Dan apa yang ditulis Henri tersebut pada kenyataannya di Jawa ditemukan kisah menarik. Dahulu sebelum orang lebih gampang pergi ke Mekkah, sempat ada kepercayaan bahwa letak tuyul itu ada di antara salah satu tiang atau pilar di Masjidil Haram. Ada seorang kyai sempat memberi petuah bila nanti di Masjidil Haram ada orang yang meminta memeluk tiang dan berlutut di depannya, maka jangan dituruti.” Itu perbuatan syetan dan Syirik,’’ kata sang kyai tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement