Rabu 08 Apr 2020 06:15 WIB

Tobat Menurut Imam Al-Ghazali

Penyesalan mendalam berasal dari kepedihan

Red: A.Syalaby
Ilustrasi wajah Imam Al-Ghazali.
Foto: ristu-hasriandi.blogspot.com
Ilustrasi wajah Imam Al-Ghazali.

REPUBLIKA.CO.ID, Imam al-Ghazali mengungkapkan, tobat tersusun dari tiga hal: ilmu, keadaan, dan perbuatan. Tiga hal tersebut menjadi penyebab satu dari yang lain.

Ilmu yang membuat seseorang menyadari dosa-dosa yang sudah diperbuatnya sudah meracuni dia. Pengetahuan itu akan meyakinkan ha tinya dan mengobarkan kepedihan sebaga imana dia kehilangan kekasih. Dia pun me rasa menyesal.

Penyesalan mendalam berasal dari kepedihan. Apabila kepedihan ini menguasai hatinya, bangkitlah sebuah keadaan lain yang disebut keinginan dan maksud untuk melakukan perbuatan yang terkait dengan masa sekarang, masa lalu, dan masa depan.

Perbuatan yang terkait dengan masa sekarang adalah meninggalkan semua dosa sebelumnya yang pernah diperbuat. Mengenai keterkaitannya dengan masa depan, dia bertekad untuk meninggalkan dosa yang membuatnya kehilangan kekasih sam pai akhir umurnya.

 

Adapun keterkaitannya dengan masa lampau adalah mene bus dan mem bayar apa yang telah lewat dengan kebajikan. Ilmu, penyesalan, dan maksud untuk meninggalkan dosa ini yang disebut taubat secara lengkap. Dengan pe ngertian ini telah timbul sebuah atsar. Pe nyesalan tidak kosong dari ilmu yang meng hasilkan dan membuahkannya. Serta dari tekad yang mengikuti dan mengiringinya.

Al-Ghazali menjelaskan, tobat harus dilakukan terus-menerus pada setiap ke adaan. Maksiat bagi iman layaknya ma kan an yang berbahaya bagi badan. Ma kanan berbahaya dapat mengubah komposisi badan manusia. Zat-zatnya yang me rusak berkumpul untuk merusak badan manusia. Dia pun mati tiba-tiba. Demikian cara racun-racun dosa bekerja terhadap ruh keimanan. Pekerjaannya membuktikan kebenaran perkataan atas pelakunya jika ia termasuk orang celaka.

Setiap manusia tidak kosong dari mak siat terhadap anggota badannya. Jika ia ter lepas dari keadaan maksiat, ia tidak kosong dari keinginan dengan dosa di dalam hati. Jika ia kosong dari keinginan itu, ia tidak kosong dari bisikan setan yang men datangkan lintasan-lintasan agar me nyelewengkannya dari zikir. Jika ia tidak pula kosong dari itu, dia tak kosong dari ke lalaian dan kekurangan dalam ilmu ten tang Allah serta sifat-sifat perbuatan-Nya.

Rasulullah SAW, lelaki yang dosanya diampuni pun memohon ampun kepada Allah 70 kali dalam sehari semalam. Allah pun memuliakan Rasulullah dengan berfirman, "Supaya Allah mengampuni dosamu yang terdahulu dan dosamu yang bela kang an." (QS al-Fath: 2). Apabila Nabi SAW dengan sifatnya yang maksum ber taubat 70 kali sehari, bagaimana dengan kita? Siapakah kita ini?

sumber : Dialog Jumat
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement