Pandemi Covid-19 Ganggu Persiapan Ramadhan Mesir

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil

Senin 06 Apr 2020 07:17 WIB

Pandemi Covid-19 Ganggu Persiapan Ramadhan Mesir. Foto Ilustrasi: Seorang perempuan Mesir duduk di samping lentera khas Mesir, fanoos, untuk menyambut Ramadhan. Foto: theatlantic Pandemi Covid-19 Ganggu Persiapan Ramadhan Mesir. Foto Ilustrasi: Seorang perempuan Mesir duduk di samping lentera khas Mesir, fanoos, untuk menyambut Ramadhan.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Tindakan yang diambil Mesir untuk mencegah penyebaran penyakit Covid-19 memengaruhi persiapan Ramadhan, termasuk ibadah dan pertemuan umum. Ramadhan berlangsung mulai akhir bulan ini.

Pemerintah Mesir memberlakukan jam malam malam mulai pukul 7 malam hingga 6 pagi. Semua toko, restoran, kafetaria, dan mal ditutup mulai pukul 5 sore, dan penutupan total pada hari Kamis dan Jumat.

Baca Juga

Jumat lalu, Departemen Kesehatan mengatakan jumlah kasus di Mesir mencapai 985. Jumlah total kematian berada di angka 66 orang.

Pembatasan yang diberikan pemerintah telah mempengaruhi aliran perdagangan di daerah Taht Al-Raba Kairo. Wilayah ini biasanya menarik banyak orang selama dan sebelum Ramadhan dengan tampilan lentera yang khas.

"Hampir tidak ada penjualan yang terjadi. Orang-orang takut datang ke sini. Mereka takut berurusan dengan penjual, dan mereka takut menyentuh lentera, mengira mereka mungkin pembawa virus," ujar salah satu vendor, Sayed Al-Kilani, dikutip di Arab News, Senin (6/4).

Ia menyebut bagi pedagang lentera, penjualan biasanya dimulai sekitar 45 hari sebelum Ramadhan dimulai, dan berakhir pada akhir bulan suci. Tetapi menyebarnya pandemi Covid-19 telah menghapus masa-masa bisnis mereka berkembang pesat.

Para pedagang berusaha mematuhi aturan pemerintah, dengan menutup toko pada jam 5 malam setiap hari, dan tutup total pada Kamis dan Jumat. Meskipun penjualan hampir berhenti total, ia dan vendor lentera lainnya bersikeras memamerkan barang-barang mereka.

Ia hanya bisa berharap bisa kembali ke kehidupan normal mereka. “Kami mematuhi keputusan pemerintah, dan tidak ada seorang pun di pasar yang melanggarnya. Kami berharap masalah ini berakhir dengan damai," lanjutnya.

Seorang Mahasiswa Universitas Hala Galal terlihat berdiri di depan penjual lentera. Ia membolak-balik barang pajangan sambil mengenakan sarung tangan.

Ia menyebut menyisihkan setengah jam untuk membeli lentera untuk adik-adiknya. Selain membeli lentera, ia juga membeli kain linen dengan gambar kartun yang mencerminkan semangat Ramadhan, seperti Fatuta, Bouji, Tamtam.

Mahasiswa ini tinggal di dekat lingkungan Taht Al-Raba. Ia mengatakan keputusannya untuk membeli lentera tidaklah mudah, terutama dalam iklim saat ini.

"Saya biasa membeli dekorasi Ramadhan dari daerah ini karena ini adalah pasar utama. Pandemi membuat keluarga dan saya takut meninggalkan rumah, terutama setelah diberlakukannya jam malam. Tetapi saya harus melakukannya karena ini adalah kunjungan tahunan saya," ucapnya.

Ia juga menyebut Ramadhan tanpa lentera dan dekorasi tidaklah sama. Meniadakan lentera dari masyarakat Mesir berarti menghalangi mereka dari merasakan semangat Ramadhan.

Di salah satu supermarket Kairo yang populer, seorang penjual bernama Mohamed Zainhom berdiri di depan pajangan yamish (kurma, licorice, dan buah kering lainnya). Dia menyatakan keterkejutannya pada kerumunan besar yang membeli kebutuhan dasar dibandingkan beberapa orang yang membeli yamish.

Pada tahun-tahun sebelumnya, ia akan membutuhkan dua asisten untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Tetapi kali ini, ia hampir tidak mendapatkan pelanggan selama dua hari.

Berbuka puasa, adalah waktu bagi keluarga dan teman untuk berkumpul dan makan bersama. Hidangan bebek biasanya disajikan di Mesir untuk makan malam ini.

Di pasar dekat pusat ibukota, Haji Jalal, yang memiliki salah satu toko unggas paling terkenal di daerah itu, sibuk menjual dagangannya. Ada banyak orang di depan pasar unggas, tidak seperti toko-toko lentera dan kios-kios ubi.

"Orang-orang tidak berhenti datang sejak diberlakukannya jam malam. Pelanggan memberi tahu saya bahwa mereka mencoba membeli kebutuhan mereka sebelum bulan Ramadhan," ujar Jalal.

Di setiap momen Ramadhan, masjid-masjid di negara itu terlihat penuh dengan para jamaah. Tetapi Menteri Awqaf, Muhammad Mukhtar Jumaa mengatakan, masjid-masjid tidak akan dibuka kembali selama Ramadhan, kecuali jika tidak ada lagi kasus virus yang terkonfirmasi.

Masjid dan gereja telah ditutup di Mesir selama beberapa minggu terakhir karena pandemi. Kantor Operasi Pusat di Kementerian Awqaf mengonfirmasi semua pertemuan keagamaan di bulan Ramadhan dibatalkan karena pandemi. Termasuk ibadah berjamaah, shalat Jumat, dan sholat taraweeh.

Mereka juga melarang acara buka puasa bersama. Termasuk makan bersama selama bulan Ramadhan, di mana meja dan kursi diatur di trotoar, dengan makanan disiapkan oleh badan amal terutama di lingkungan berpenghasilan rendah.