Ramadhan di Tengah Pandemi, Industri Mode 'Gigit Jari'

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nora Azizah

Sabtu 04 Apr 2020 01:05 WIB

Pandemi Covid-19 saat Ramadhan diprediksi menurunkan angka belanja fashion (Foto: ilustrasi busana ramadhan) Foto: PxHere Pandemi Covid-19 saat Ramadhan diprediksi menurunkan angka belanja fashion (Foto: ilustrasi busana ramadhan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang bulan suci Ramadhan, pertumbuhan industri mode di negara-negara mayoritas muslim biasanya sangat bergairah karena menerima lonjakan permintaan. Namun tahun ini semuanya berbeda, sebab dunia masih dibayang-bayangi virus Covid-19.

Di negara seperti Arab Saudi, Kuwait dan Dubai, pemerintah setempat telah menginstruksikan agar pusat perbelanjaan ditutup hingga 25 Maret. Meski belanja daring bisa jadi alternatif, namun dengan penutupan pusat perbelanjaan omset penjualan fesyen jelas menurun.

Baca Juga

Sebelumnya State of the Global Islamic Economy 2016 yang diterbitkan oleh Thomson Reuters, memperkirakan angka belanja fashion di Timur Tengah akan mencapai 368 miliar USD pada tahun 2021. Dengan keadaan seperti sekarang, rasanya prediksi tersebut akan sedikit meleset.

Dipesh Depala, pendiri Public Relations The Qode di Dubai yang menangani jenama top seperti Cartier, Berluti, Mango dan Cos, mengatakan bahwa Ramadhan dan Idul Fitri memiliki makna komersial yang mirip dengan Natal di Barat. Di hari kemenangan itu, semua umat ingin memakai busana yang spesial.

"Timur Tengah adalah daerah dengan apresiasi mode tinggi. Jadi selama bertahun-tahun, jenama seperti Mango, Cos dan Oscar de la Renta telah menciptakan koleksi Ramadhan untuk memenuhi permintaan barang baru selama periode liburan," kata Depala seperti dilansir Vogue, Sabtu (4/4).

Ramadhan juga biasanya menjadi momentum untuk membangun koneksi antara industri mode dan konsumen, misalnya dengan menggelar beragam event seperti talkshow, fashion show atau lainnya. Namun tahun ini, semua itu juga akan mengalami gangguan.

Direktur Eksekutif E4 Retail, penyedia layanan manajemen bisnis di Timur Tengah, Andrew Ege, mencatat banyak acara dari para desainer dan merek top dunia seperti Jimmy Choo, Dolce & Gabbana dan Tory Burch, telah dibatalkan.

Desainer dari Suriah, Rami Al Ali, yang memiliki toko di Dubai juga mengaku menerima pembatalan pesanan. Sebagai solusi, Ege menilai bahwa media sosial dan e-commerce menjadi platform penjualan menjanjikan dalam kondisi seperti sekarang.

"Pelaku usaha mode harus membuat kebijakan baru untuk menarik konsumen agar mau belanja melalui online. Misalnya baju bisa dicoba dulu di rumah atau lainnya, yang tentu tetap menaati instruksi untuk menjaga jarak," kata Ege.