Ramadhan, Tamu yang Dirindukan

Red: A.Syalaby

Jumat 03 Apr 2020 09:35 WIB

Pada bulan Ramadhan yang lalu, relawan Rumah Zakat ikut serta dalam kegiatan Pesantren Kilat (SANLAT) Ramadhan Daycare Juara Panyileukan Bandung. Bersamaan dengan kegiatan ini, Rumah Zakat melakukan Pembagian Kornet Superqurban. Foto: dok. Rumah Zakat Pada bulan Ramadhan yang lalu, relawan Rumah Zakat ikut serta dalam kegiatan Pesantren Kilat (SANLAT) Ramadhan Daycare Juara Panyileukan Bandung. Bersamaan dengan kegiatan ini, Rumah Zakat melakukan Pembagian Kornet Superqurban.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyandang status sebagai salah satu rukun Islam yang lima membuat puasa Ramadhan begitu mulia. Dia adalah tamu yang dirindukan. Setiap tahun, Ramadhan datang dengan membawa beragam fasilitas ampunan dan tiket ke surga bagi seorang hamba.

Terlampau banyak hadis yang meriwayatkan tentang keutamaannya. Sampai-sampai, Allah SWT di dalam salah satu hadis qudsi mengatakan, "Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya."

Masih di dalam hadis yang sama, Rasulullah SAW bersabda jika bau mulut orang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma minyak kesturi. Orang berpuasa itu pun memiliki dua kegembiraan, yakni ketika berbuka puasa dan saat bertemu dengan Rabb-nya. (Muttafaqalaihi). 

Berdasarkan keterangan dari QS al-Baqarah ayat 187, ibadah puasa dilakukan saat hadirnya benang putih dari benang hitam, yakni fajar. Puasa lantas disempurnakan sampai malam. Itulah yang disebut dengan fajar sadik. Saat pagi hari, warna putih telah menyebar horizontal di cakrawala. Dia pun berakhir dengan tenggelamnya matahari. 

Untuk menjalani sehari penuh tanpa makan dan minum, kita pun diberi bekal berupa makan pada waktu sahur. “Makan sahurlah kalian. Karena sesungguhnya makan sahur mengandung berkah.” (HR Bukhari dan Muslim). Banyak sekali riwayat yang menganjurkan makan sahur meski sekadar untuk meminum seteguk air. Waktu sahur terjadi sebelum munculnya fajar. 

Apabila seseorang bangun tidur sebelum terbit fajar dalam keadaan junub atau suci dari haidnya, sebaiknya ia makan sahur terlebih dahulu. Dia pun dianjurkan untuk mengakhirkan mandi janabah hingga setelah terbitnya fajar. 

Shaleh al-Fauzan dalam Fiqih Sehari-hari menjelaskan, sebagian orang menyegerakan makan sahur pada tengah malam. Mereka terjaga hingga larut malam, kemudian makan sahur.  Mereka pun tidur beberapa jam sebelum fajar. Potensi kesalahan yang mereka perbuat adakah berpuasa sebelum waktunya dan tidak melakukan shalat Subuh berjamaah karena tertidur atau setidaknya terlambat menunaikan shalat Subuh. 

Berbuka puasa bisa segera dimulai saat seseorang telah melihat tenggelamnya matahari atau adanya dugaan yang kuat tentang masuknya waktu maghrib berdasarkan pemberitahuan orang yang dapat dipercaya. Di dalam hadis qudsi, Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah berfirman, “Sesungguhnya hamba-Ku yang paling Aku cintai adalah yang paling dahulu berbuka puasa.”