Kamis 02 Apr 2020 17:46 WIB

Menperin Akui Kinerja Manufaktur Indonesia Turun

PMI Manufaktur Indonesia turun dari 51,9 pada Februari ke level 45,3 pada Maret.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
PMI Manufaktur Indonesia menurun dari posisi 51,9 pada Februari ke level 45,3 pada Maret.
Foto: Republika/Mardiah
PMI Manufaktur Indonesia menurun dari posisi 51,9 pada Februari ke level 45,3 pada Maret.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengakui ada penurunan pada industri manufaktur. Hal itu sesuai data indeks manajer pembelian atau Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada kuartal pertama 2020 yang diumumkan IHS Markit. 

IHS Markit mengumumkan, PMI Manufaktur Indonesia menurun dari posisi 51,9 pada Februari ke level 45,3 pada Maret. Angka itu terendah sejak 2011.

Baca Juga

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, penurunan tersebut turut dipengaruhi oleh banyaknya daerah yang terjangkit Covid-19 atau virus corona. Dengan begitu, penurunan utilitas industri manufaktur di berbagai sektor tidak dapat dihindari.

“Beberapa industri mengalami penurunan kapasitas (produksi) hampir 50 persen, kecuali industri alat-alat kesehatan dan obat-obatan. Kami tetap mendorong industri bisa beroperasi seperti biasanya, namun dengan protokol kesehatan yang ketat sehingga terhindar dari wabah Covid-19,” tegas Agus di Jakarta, pada Kamis, (2/4).

Tidak hanya di Indonesia, kata dia, aktivitas manufaktur di Asia juga mengalami kontraksi pada Maret 2020. Ini pun disebabkan dampak penyebaran virus corona terhadap rantai pasokan. 

Berdasarkan data IHS Markit yang dirilis Rabu, (1/4), hampir seluruh PMI manufaktrur regional turun di bawah 50. Indeks PMI Jepang anjlok ke level 44,8, sedangkan PMI Korea Selatan turun ke 44,2.

Di Asia Tenggara, angka PMI Filipina turun menjadi 39,7, terendah sepanjang sejarah. Sedangkan Vietnam merosot ke 41,9. 

Guna menggairahkan sektor industri di dalam negeri, Agus menambahkan, pemerintah akan mengusulkan pemberian berbagai stimulus fiskal dan nonfiskal. Upaya tersebut merupakan antisipasi dari banyaknya negara yang melakukan protokol penguncian (lockdown) yang memberikan dampak negatif bagi pasar lokal maupun global.

Adapun, stimulus yang bakal dikeluarkan, diharapkan dapat mempermudah arus bahan baku. Dalam hal ini, Kemenperin akan melakukan koordinasi dengan kementerian terkait. 

Sedangkan, dari sisi fiskal, akan ada pengurangan pajak perusahaan dan peniadaan pajak penghasilan karyawan. “Hal tersebut untuk meringankan beban dunia usaha maupun karyawan dalam jangka waktu tertentu,” imbuhnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement