Kamis 02 Apr 2020 13:39 WIB

Cegah Moral Hazard, Bank Diminta Hati-Hati Terapkan POJK

Relaksasi ini memberikan kesempatan agar kredit yang ada tidak jadi NPL.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical. Isinya memberikan kelonggaran kepada bank dan debiturnya berupa pelonggaran penilaian kualitas kredit dan restrukturisasi kredit pada industri perbankan.
Foto: Tim Infografis Republika
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical. Isinya memberikan kelonggaran kepada bank dan debiturnya berupa pelonggaran penilaian kualitas kredit dan restrukturisasi kredit pada industri perbankan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical. Isinya memberikan kelonggaran kepada bank dan debiturnya berupa pelonggaran penilaian kualitas kredit dan restrukturisasi kredit pada industri perbankan.

POJK tersebut harus diterapkan perbankan dan perusahaan pembiayaan (multifinance) dengan prinsip kehati-hatian untuk mencegah moral hazard.

Baca Juga

Menurut Chief Economist PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Winang Budoyo pada dasarnya relaksasi itu memberikan keseimbangan antara nasabah terdampak dengan perbankan.

"Nasabah yang mendapatkan relaksasi adalah yang benar-benar terdampak, jadi tidak menimbulkan moral hazard, nasabah yang sehat jadi ikut-ikutan minta relaksasi," ujarnya kepada Republika.co.id di Jakarta, Kamis (2/4).

Winang menjelaskan bagi perbankan relaksasi ini memberikan kesempatan agar kredit yang ada tidak menjadi non performing loan (NPL), sehingga kinerja bank ikut aman.

"Kita lihat dulu, seharusnya bisa berjalan lancar. Dari sisi bank untuk mencegah kenaikan NPL ya harus fokus pada kualitas aset artinya lebih selektif dalam memberikan kredit," ucapnya.

Sementara Chief Economist PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk Rian Kiryanto menambahkan POJK tersebut memang secara spesifik restrukturisasi kreditnya diperuntukkan bagi sektor-sektor ekonomi atau lapangan usaha (LU) yang secara langsung atau tidak langsung terdampak Covid-19 melalui jalur perdagangan, investasi dan keuangan. Sedangkan bagi debitur yang bermasalah disebabkan bukan karena Covid-19 tetap direstrukturisasi sesuai dengan regulasi yang berlaku.

"Disinilah bank-bank harus cermat dan cerdas dalam memetakan debitur-debitur yang terpapar Covid-19 dan yang bukan karena Covid-19 supaya tidak ada moral hazard dan tidak ada penumpang gelap," jelasnya.

Menurutnya stimulus via POJK cukup efektif membantu perbankan dan debitur sektor riil dalam menyehatkan kembali usahanya, operasi usahanya kembali normal, cash flow-nya kembali lancar, serta solvabilitas dan profitabilitas tetap membaik dan stabil.

OJK telah merilis POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical. Isinya memberikan kelonggaran kepada bank dan debiturnya berupa pelonggaran penilaian kualitas kredit dan restrukturisasi kredit pada industri perbankan.

Restrukturisasi utang dapat dilakukan oleh perusahaan yang terdampak pandemi corona, tak hanya dibatasi untuk perusahaan yang memiliki plafon kredit maksimal Rp 10 miliar. Sektor-sektor yang disorot akan terdampak dengan virus yang menyebar secara global ini antara lain pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian dan pertambangan.

OJK juga merilis kebijakan countercyclical bagi perusahaan pembiayaan (multifinance), dana pensiun dan perusahaan asuransi. Salah satu kebijakan atau stimulus bagi sektor multifinance adalah kelonggaran cicilan yang bisa ditangguhkan bagi debitur yang terdampak corona, khususnya pengemudi ojek online, taksi online, nelayan dan pekerja informal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement