Kamis 02 Apr 2020 09:54 WIB

Duterte Perintahkan Tembak Mati Warga yang Langgar Lockdown

Pemerintah Filipina telah memberlakukan lockdown selama satu bulan di Pulau Luzon

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Presiden Filipina Rodrigo Duterte
Foto: AP Photo/Ahn Young-joon
Presiden Filipina Rodrigo Duterte

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina, Rodrigo Duterte memerintahkan polisi dan militer untuk menembak mati siapa pun yang melanggar perintah lockdown di Pulau Luzon. Pemerintah Filipina telah memberlakukan lockdown selama satu bulan di pulau tersebut sebagai upaya untuk mencegah penyebaran virus corona jenis baru, atau Covid-19.

"Ini menjadi peringatan bagi kita semua. Ikuti aturan pemerintah karena ini adalah perintah sangat penting, dan jangan membahayakan pekerja kesehatan, serta para dokter, karena itu adalah kejahatan serius. Perintah saya kepada polisi dan militer, jika ada yang membuat masalah: tembak mati," ujar Duterte, dalam pidato nasional di televisi pada Rabu (2/4).

Peringatan Duterte datang setelah penduduk di sebuah daerah kumuh di Kota Quezon Manila melakukan protes di sepanjang jalan raya. Mereka mengklaim belum menerima paket makanan dan pasokan bantuan lainnya sejak lockdown dimulai lebih dari dua minggu lalu.

Petugas keamanan desa dan polisi mendesak warga untuk kembali ke rumah mereka, tetapi mereka menolak. Polisi membubarkan aksi protes dan menangkap 20 orang. Pemimpin aksi protes, Jocy Lopez mengatakan, mereka terpaksa melakukan demonstrasi karena tidak memiliki bahan pangan selama masa lockdown.

"Kami di sini untuk meminta bantuan karena kelaparan. Kami belum diberi makanan, beras, bahan makanan atau uang tunai. Kami tidak punya pekerjaan," ujar Lopez, dilansir Aljazirah.

Kelompok-kelompok aktivis mengecam penangkapan itu. Mereka mendesak pemerintah untuk mempercepat pemberian bantuan tunai yang dijanjikan di bawah program perlindungan sosial senilai 200 miliar peso. Bantuan tersebut diberikan untuk membantu keluarga miskin dan keluarga yang kehilangan pekerjaan karena lockdown.

"Menggunakan kekuatan berlebihan dan penahanan tidak akan memadamkan perut kosong orang Filipina yang sampai hari ini tetap belum memberikan bantuan uang tunai untuk orang miskin," kata kelompok hak asasi perempuan Gabriela.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement