Rabu 01 Apr 2020 14:23 WIB

Mandi Wajib Seorang Muslimah

Mandi wajib adalah kewajiban bagi muslimah.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
Mandi Wajib Seorang Muslimah. Foto: Kamar mandi (ilustrasi)
Foto: safebee
Mandi Wajib Seorang Muslimah. Foto: Kamar mandi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mandi besar atau wajib adalah kewajiban bagi muslimah usai berhadats besar seperti haid maupun berhubungan badan. Muslimah yang telah selesai haid wajib mandi wajib karena termasuk najis yang menghalangi untuk melakukan ibadah.

Adapun mandi, adalah meratakan air ke seluruh tubuh dengan cara tertentu. Mandi besar adalah meratakan air ke seluruh tubuh dengan niat dan cara tertentu yang sudah diatur sebelumnya. Wajib dilakukan, karena sebagai cara untuk bersuci dari hadats besar tadi. Perintah untuk mandi besar ini dituliskan Allah SWT dalam QS Al Maidah ayat 6, "Dan jika kamu junub, maka mandilah."

Baca Juga

Ada enam perkara yang membuat seorang muslimah wajib mandi besar. Perkara pertama adalah keluar mani dengan syahwat, baik dalam keadaan tidur atau terjaga. Dalam QS An Nisa ayat 43 disebutkan,"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi."

Perkara lain yaitu usai melakukan jimak atau hubungan badan suami istri. Nabi SAW pernah bersabda dalam HR Muslim, "Jika seseorang duduk di antara empat anggota badan istrinya (maksudnya: menyetubuhi istrinya , pen), lalu bersungguh-sungguh kepadanya, maka wajib baginya mandi walaupun tidak keluar mani."

Selanjutnya berhentinya darah haid atau nifas. Dalam HR Bukhari, Nabi pernah berkata pada Fatimah binti Abi Hubaisy, "Apabila kamu datang haidh hendaklah kamu meninggalkan shalat. Apabila darah haidh berhenti, hendaklah kamu mandi dan mendirikan shalat."

Mandi besar lainnya dilakukan bagi umat yang baru masuk islam atau mualaf. Dari Qois bin Ashim ra dalam HR Tirmidzi, "Beliau masuk Islam, lantas Nabi SAW memerintahkannya untuk mandi dengan air dan daun sidr (daun bidara)." Dan terakhir mandi besar berlaku bagi seorang muslim yang meninggal dunia.

Agar mandi besar yang niatnya menyucikan diri ini diterima Allah SWT, maka harus dilakukan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. Diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah ra, Rasul bersabda, "Salah seorang di antara kalian (wanita) mengambil air dan sidrahnya (daun pohon bidara, atau boleh juga digunakan pengganti sidr seperti: sabun dan semacamnya) kemudian dia bersuci dan membaguskan bersucinya, kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air sampai pada kulit kepalanya, kemudian dia menyiramkan air ke seluruh badannya, lalu mengambil sepotong kain atau kapas yang diberi minyak wangi kasturi, kemudian dia bersuci dengannya. Maka Asma berkata: 'Bagaimana aku bersuci dengannya?' Beliau bersabda: 'Maha Suci Allah' maka Aisyah berkata kepada Asma: 'Engkau mengikuti (mengusap) bekas darah (dengan kain/kapas itu)'."

Sebagaimana cara bersuci yang lain, hal utama yang dilakukan saat akan mandi besar adalah niat. Fungsi niat adalah membedakan mana yang menjadi kebiasaan dan mana yang ibadah. Dalam hadis dari Umar bin Khattab, Nabi pernah berkata, "Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya."

Rukun mandi adalah mengguyur seluruh badan dengan air. Air harus mengenai rambut dan kulit kepala dan kulit tubuh manusia keseluruhan. Dalam HR Ahmad, Jubair bin Muth'im menyebut ia pernah membicarakan tentang mandi besar kepada Nabi, Nabi bersabda, "Saya mengambil dua telapak tangan, tiga kali lalu saya siramkan pada kepalaku, kemudian saya tuangkan setelahnya pada semua tubuhku."

Dalam HR Muslim, Ummu Salamah pun meriwayatkan perihal rukun mandi ini, "Saya berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku, apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi junub?" Beliau bersabda, "Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka kamu telah suci"."

Bagi seseorang yang memenuhi rukun mandi ini, maka mandinya sudah dianggap sah asalkan disertai niat untuk mandi wajib (al ghuslu). Seseorang yang mandi di pancuran atau shower dan air mengenai seluruh tubuhnya, maka mandinya sudah dianggap sah. Adapun berkumur-kumur (madhmadhoh), memasukkan air dalam hidung (istinsyaq) dan menggosok-gosok badan (ad dalk) adalah perkara yang disunnahkan menurut mayoritas ulama.

Tata cara mandi pada muslimah setelah hadast besar sama seperti rukun mandi. Meski begitu ada beberapa hal yang menjadi tambahan. Pertama saat mandi diwajibkan menggunakan pembersih seperti sabun dan air. Hal ini seperti yang diriwayatkan Aisyah di atas.

Kedua memastikan jika air yang digunakan masuk sampai ke pangkal rambut. Perihal membersihkan pangkal rambut, ada perbedaan antara mandi setelah haid/nifas dengan mandi junub. Saat mandi junub tidak perlu menggosok-gosok hingga air mencapai akar rambut kepala seperti mandi setelah haid/nifas.

Selanjutnya ketika mandi seusai haid maka disunnahkan membawa kapas atau potongan kain untuk mengusap tempat keluarnya darah. Ini untuk menghilangkan sisa-sisa darah. Selain itu disunahkan untuk mengusap dengan minyak misk atau wewangian untuk menghilangkan bau yang tidak enak karena bekas darah haid.

Usai mandi besar, tidak diwajibkan untuk berwudhu. Hal ini sesuai dengan yang dikisahkan Aisyah dalam HR Tirmidzi, "Nabi SAW tidak berwudhu setelah selesai mandi." Adapun riwayat dari Ibnu Umar, "Beliau ditanya mengenai wudhu setelah mandi. Lalu beliau menjawab, 'Lantas wudhu yang mana lagi yang lebih besar dari mandi?'"

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement