Rabu 01 Apr 2020 14:17 WIB

Empat Sektor Ekonomi yang Paling Tertekan Pandemi Covid-19

Pertumbuhan ekonomi pun diprediksi akan mengalami kontraksi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani (ilustrasi)
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Menteri Keuangan Sri Mulyani (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Adinda Pryanka, Sapto Andika Candra

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa terdapat empat sektor yang paling tertekan akibat wabah virus corona atau Covid-19 yaitu rumah tangga, UMKM, korporasi, dan sektor keuangan. Pertumbuhan ekonomi pun diprediksi akan mengalami kontraksi.

Baca Juga

“Pihak yang terkena dampak ini adalah sektor rumah tangga yang kami perkirakan akan mengalami penurunan cukup besar dari sisi konsumsi,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (1/4).

Sri Mulyani mengatakan, sektor rumah tangga akan mengalami tekanan dari sisi konsumsi, karena masyarakat sudah tidak beraktivitas di luar rumah sehingga daya beli pun menurun. Tak hanya itu, sektor rumah tangga juga terancam kehilangan pendapatan karena tidak dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan dasarnya terutama bagi keluarga miskin dan rentan di sektor informal.

Sri Mulyani melanjutkan, sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) mengalami tekanan akibat tidak dapat melakukan kegiatan usaha sehingga kemampuan untuk memenuhi kewajiban kredit terganggu. Oleh sebab itu, ia menuturkan Non Performing Loan (NPL) perbankan untuk UMKM turut berpotensi meningkat signifikan sehingga berpotensi semakin memperburuk kondisi perekonomian.

“Sektor UMKM juga terpukul yang biasanya selama ini menjadi safety net sekarang akan mengalami pukulan yang sangat besar karena ada restriksi kegiatan ekonomi dan sosial,” ujarnya.

Menurut Sri Mulyani, kemampuan UMKM ketika terjadi krisis pada 1997 hingga 1998 sangat berbeda dengan sekarang. Sebab, saat itu sektor ini masih mampu bertahan untuk menghadapi kondisi tersebut.

“Tahun 1997 sampai 1998 UMKM justru masih resilient tapi dalam Covid-19 ini justru terpukul paling depan karena tidak ada kegiatan masyarakat,” katanya.

Sementara itu pada sektor korporasi yang akan paling terganggu aktivitas ekonominya adalah manufaktur, perdagangan, transportasi, serta akomodasi seperti perhotelan dan restoran. Sri Mulyani mengatakan, gangguan aktivitas sektor korporasi yang disebabkan tekanan wabah Covid-19 akan menyebabkan penurunan pada kinerja bisnis dan terjadi pemutusan hubungan kerja hingga ancaman kebangkrutan.

“Sektor korporasi yang kami perkirakan akan mengalami tekanan yang tadinya dari supply chain kemudian masuk pada perdagangan dan tentu dari sisi aktivitas masyarakat,” katanya.

Selanjutnya, Sri Mulyani mengatakan sektor keuangan juga mengalami tekanan akibat pandemi ini. Yaitu perbankan dan perusahaan pembiayaan berpotensi mengalami persoalan likuiditas dan insolvency.

“Kami melihat potensi persoalan likuiditas akan bisa memunculkan ancaman di sektor ini. Ditambah dengan volatilitas pasar keuangan dan capital flight yang menyebabkan tekanan makin besar,” ujarnya.

Dalam skenario sangat berat, pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mengalami kontraksi hingga 0,4 persen. Proyeksi ini diambil berdasarkan dampak pandemi Covid-19 terhadap ekonomi makro domestik yang menjadi sangat berat.

Sementara itu, dalam skenario yang lebih moderat, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh 2,3 persen sepanjang 2020. Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan outlook yang pernah disampaikan Sri pada dua pekan lalu, yaitu antara 2,5 persen sampai 0 persen.

Tetapi, Sri memastikan, skenario tersebut merupakan forward looking atau bersifat antisipatif. Pemerintah terus berupaya melakukan berbagai langkah untuk memastikan ekonomi tetap stabil, terutama dalam mencegah kontraksi.

"Kita upayakan agar (pertumbuhan negatif) tidak terjadi," ujarnya.

 

Perppu penyelamatan ekonomi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa 931/3), menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) tentang Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Melalui Perppu ini, maka pemerintah menambah alokasi anggaran belanja dari APBN 2020 untuk penanganan Covid-19 menjadi Rp 405,1 triliun.

Rinciannya, Rp 75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, Rp 110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp 70,1 triliun untuk insentif perpajakan serta stimulus kredit usaha rakyat, dan Rp 150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.

"Program pemulihan ekonomi ini termasuk restrukrisasi kredit serta penjaminan dan pembiayaan dunia usaha, terutama UMKM," ujar Jokowi.

Untuk anggaran belanja untuk perlindungan sosial akan disalurkan melalui Program Keluarga Harapan (PKH) dengan jumlah keluarga penerima manfaat (KPM) naik dari 9,2 juta keluarga menjadi 10 juta KPM. Keluarga penerima kartu sembako murah juga dinaikkan dari 15,2 juta kepala keluarga menjadi 20 juta kepala keluarga.

"Anggaran perlindungan sosial juga akan dipakai untuk Kartu Pra Kerja yang dinaikkan anggarannya dari Rp 10 triliun menjadi Rp 20 triliun," jelasnya.

Penyaluran kartu prakerja ini akan mencakup 5,6 juta orang penerima, termasuk di dalamnya adalah pekerja informal dan pelaku UMKM yang terimbas tekanan ekonomi akibat Covid-19.

Selain itu, pembengkakan belanja negara juga terjadi untuk menambal pembayaran tarif listrik yang digratiskan dan diberi diskon untuk golongan tertentu. Jokowi menjelaskan, sebanyak 24 juta pelanggan dengan daya 450 VA akan digratiskan tarif listriknya selama tiga bulan ke depan. Sementara, 7 juta pelangga kelompok daya 900 VA akan mendapat diskon tarif sebesar 50 persen selama tiga bulan, yakni April, Mei, dan Juni 2020.

Pemerintah juga menyiagakan anggaran Rp 25 triliun untuk melakukan operasi pasar bila ada lonjakan harga pokok nantinya. Selain itu, stimulus ekonomi untuk pelaku usaha dan UMKM diberikan dengan menggratiskan PPh 21 bagi pekerja sektor pengolahan dengan penghasilan maksimal Rp 200 juta per tahun. Kemudian, pembebasan PPN impor untuk pengusaha yang melakukan impor dengan tujuan ekspor, terutama bagi industri kecil dan menengah. 

Pemerintah juga mengurangi PPh 25 sebesar 30 persen untuk sektor tertentu dan memberikan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) bagi industri kecil dan menengah. Selanjutnya, pemerintah mempercepat restitusi PPN bagi 19 sktor tertentu untuk menjaga likuiditas pelaku usaha.

"Termasuk penundaan pembayaran pokok dan bunga semua skema KUR yang terdampak Covid-19 selama 6 bulan," ujar Presiden.

Insentif nonfiskal pun ikut diberikan, melalui penjaminan ketersediaan bahan baku industri. Pemerintah menyederhanakan larangan terbatas (lartas) ekspor dan percepatan layanan proses ekspor impor melalui National Logistic Ecosystem.

Di sektor moneter dan perbankan, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan sektor keuangan untuk memberi daya dukung dan menjaga stabilitas perekonomian nasional.

"Kebijakan stimulus moneter melalui kebijakan intensitas triple intervention, menurunkan rasio giro wajib minimum valuta asing bank umum konvensional, dan juga memperluas underlying transaksi bagi investor asing dan penggunaan bank custody global dan domestik bagi kegiatan investasi," ujar Presiden.

OJK juga menerbitkan beberapa kebijakan lain untuk meringankan beban pekerja informal dan pelaku UMKM yang terdampak tekanan ekonomi akibat Covid-19. Caranya dengan meringankan pembayaran leasing untuk UMKM dan pekerja informal maksimal 1 tahun serta memberikan keringan dan atau penundaan pembayaran atau leasing tanpa batasan plafon sesuai kemampuan debitur dan disepakati bank atau lembaga leasing.

photo
Pemerintahan Presiden Joko Widodo menyiapkan 9 jurus untuk mencegah perlambatan ekonomi nasional di tengah merebaknya wabah corona atau Covid-19. - (Tim Infografis Republika.co.id)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement