Rabu 01 Apr 2020 12:56 WIB

Saran untuk yang Baru Akad Nikah Namun Istri Sedang Haid

Saat akad nikah, mempelai wanita yang sedang haid terhitung sah.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Muhammad Hafil
Solusi untuk yang Baru Akad Nikah Namun Istri Sedang Haid. Foto: Pernikahan (ilustrasi)
Foto: Prayogi/Republika
Solusi untuk yang Baru Akad Nikah Namun Istri Sedang Haid. Foto: Pernikahan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menikah adalah amalan yang menjadi penyempurna separuh agama Islam. Rasulullah SAW menyuruh setiap umatnya baik laki-laki maupun perempuan yang sudah baligh dan sehat akalnya untuk menikah. Pernikahan juga menghindarkan umat dari perbuatan zina dan tercela.

Pernikahan memiliki aturan dan syarat sahnya. Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka pernikahan ini tidak sah di mata agama dan Allah SWT. Dari sekian banyaknya syarat yang ada, tidak ada yang melarang pernikahan seorang muslimah yang sedang haid.

Baca Juga

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin menyebut akad nikah wanita yang sedang haid adalah sah, tidak ada masalah. Hukum atau syarat utama akad adalah halal dan sah, kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Sementara tidak pernah ada dalil yang menyatakan haramnya akad nikah saat wanita sedang haid.

Rasulullah SAW disebut pernah marah ketika mendengar berita bahwa Abdullah bin Umar mentalak istrinya yang sedang haid. Beliau memerintahkan Abdullah untuk rujuk kembali dan membiarkan sang istri tetap berstatus sebagai istri hingga suci dari haid, kemudian haid kembali dan suci dari haid. Setelahnya, terserah kepada Abdullah apakah ingin tetap mempertahankan istrinya atau mentalaknya.

Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam At-Thalaq ayat 1, "Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang.."

Syaikh Muhammad bin Shalih juga menyebut meski pernikahan yang dilangsungkan dinilai sah, namun sang suami dilarang untuk melakukan hubungan badan hingga sang istri suci dari haidnya. Hal ini sesuai dengan sabda Allah SWT dalam Al-Baqarah ayat 222, "Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, 'Haid itu adalah kotoran.' Maka jauhilah diri kalian dari wanita ketika haid, dan janganlah kalian mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka sudah suci maka datangilah mereka di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu."

Untuk menghindari perbuatan yang tidak diinginkan, tidak sedikit yang menyarankan agar suami dan istri ini tidur di ruangan yang terpisah. Ini untuk menghindari salah satunya tergoda syaitan untuk melakukan hubungan suami istri yang dilarang. Berpisah tempat tidur sementara lebih baik untuk menghindari hal yang dilarang oleh Allah SWT.

Usai melakukan akad, banyak pasangan yang melakukan shalat sunnah bersama. Hal ini juga tidak boleh dilakukan oleh sang istri. Untuk menggantinya, sang suami bisa menjalankan shalat sunnah sendirian kemudian memgang ubun-ubun sang istri sembari memanjatkan doa. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement