Rabu 01 Apr 2020 11:53 WIB

DKI Terapkan Rapid Test Serum

Dinkes DKI klaim dengan penggunaan serum kemungkinan hasil positif akan lebih tinggi.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan rapid test menggunakan serum sebagai proses deteksi dini massal yang menyasar masyarakat berisiko tinggi tertular Covid-19. [Foto: Ilustrasi petugas mengambil sampel darah sesama petugas].
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan rapid test menggunakan serum sebagai proses deteksi dini massal yang menyasar masyarakat berisiko tinggi tertular Covid-19. [Foto: Ilustrasi petugas mengambil sampel darah sesama petugas].

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan rapid test menggunakan serum sebagai proses deteksi dini massal yang menyasar masyarakat berisiko tinggi tertular Covid-19. Saat ini, Pemprov DKI Jakarta memiliki alat rapid test yang menggunakan darah lipat siku (whole blood) atau serum.

"Proses yang kami terapkan dalam rapid test adalah pengambilan darah dari lipatan siku. Darah tersebut perlu diputar di dalam tabung sentrifugal dengan menunggu selama 15 menit, sehingga menghasilkan serum. Kemungkinan positif terhadap penyakit pun lebih tinggi daripada darah yang diteteskan langsung,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Widyastuti, dalam siaran persnya di Jakarta, Rabu (1/4).

Baca Juga

Serum yang dimaksud, yakni cairan di atas bekuan darah yang bertindak sebagai antibodi atau sistem pertahanan tubuh. Seperti diketahui, Covid-19 menyerang sistem pertahanan tubuh, sehingga dengan menggunakan serum saat rapid test, kemungkinan hasil positif akan lebih tinggi.

Hingga Selasa (31/3), tercatat sebanyak 18.077 orang telah menjalani rapid test, dengan persentase positif Covid-19 sebesar 1,7 persen. Sebanyak 299 orang dinyatakan positif Covid-19 dan 17.778 orang dinyatakan negatif.

Widyastuti menjelaskan terkait sasaran dan prioritas rapid test, yakni orang-orang yang berisiko tinggi menularkan ataupun tertular COVID-19, seperti tenaga medis dan orang-orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus Pasien Dalam Pengawasan (PDP), orang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus pasien konfirmasi atau probabel COVID 19.

Selanjutnya, Orang Dalam Pemantauan (ODP), yakni seseorang yang mengalami demam >38 derajat celsius atau riwayat demam, gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk, serta memiliki riwayat tinggal di luar negeri dan melakukan perjalanan di area terdampak COVID-19.

Dia menuturkan, terdapat dua prosedur pelaksanaan rapid test, yaitu aktif oleh Puskesmas kepada orang-orang yang berisiko tinggi terinfeksi COVID-19. Prosedur kedua, pasif oleh Puskesmas yang mana pasien datang berobat ke Puskesmas, tetapi kriteria pasien untuk dapat rapid test ditentukan petugas.

"Sehingga, perlu digarisbawahi bahwa tidak semua orang dapat melakukan rapid test," ucap dia.

Apabila hasil tes tersebut positif, kata dia, langkah selanjutnya adalah dilakukan pengambilan swab, isolasi mandiri atau dirujuk ke shelter sesuai kriteria selama menunggu hasil PCR. Namun, jika kondisi memburuk sebelum hasil PCR diperoleh, maka pasien akan dirujuk ke rumah sakit.

"Sedangkan jika hasilnya negatif, pasien diinformasikan untuk, pertama, isolasi mandiri 14 hari. Bila kondisi memburuk, dirujuk ke rumah sakitdan dilakukan pemeriksaan PCR. Kedua, memeriksa ulang rapid test satu kali pada hari ke 7-10 setelah tes awal," kata Widyastuti

Widyastuti menambahkan, Pemprov DKI Jakarta juga akan tetap memprioritaskan peningkatan kapasitas laboratorium untuk PCR test, yaitu metode tes yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnostik apakah seseorang terpapar Covid-19 atau tidak.

Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta telah mendistribusikan sekitar 164.000 alat rapid test COVID-19 ke lebih dari 100 fasilitas kesehatan dan rumah sakit di seluruh DKI Jakarta. Alat rapid test ini diberikan oleh Gugus Tugas Nasional Covid-19 ke Balai Kota Jakarta pada Senin (23/3).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement