Senin 30 Mar 2020 23:44 WIB

Komisi IV Harap Soal Impor Pangan dan RIPH tak Jadi Polemik

RIPH dibutuhkan untuk memastikan keamanan pangan hasil impor dan menjaga harga.

Pedagang membersihkan bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu (25/3/2020).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Pedagang membersihkan bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu (25/3/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah diminta tak gegabah menghapus ketentuan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) sebelum memberi izin impor. Ketua Komisi IV DPR, Sudin, mengingatkan agar jajaran pemerintah tak asal bertindak karena itu berpotensi bergesekan dengan undang-undang (UU).

"Bisa ada benturan dengan undang-undang karena pemerintah sudah mencanangkan ada wajib tanam bagi importitr. kalau RIPH-nya dilepas, ini siapa yang jamin keamanan pangan masuk ke Indonesia?" kata Sudin di Jakarta, Senin (30/3).

UU yang dimaksud Sudin adalah UU nomor 13/2010 tentang Hortikultura yang mengatur soal kewajiban syarat ijin impor. RIPH sensiri merupakan semacam syarat yang harus dipenuhi oleh importir bahan pangan. Tujuannya, selain memastikan keamanan pangan hasil impor, juga guna menjaga harga yang kompetitif untuk produk bahan pangan dalam negeri yang ujungnya melindungi petani nasional.

Namun, atas faktor kelangkaan pasokan serta Covid-19, ada perubahan ketentuan RIPH dan SPI (Syarat Persetujuan Impor) untuk bawang putih serta bawang bombay. Dengan begitu, importir berpotensi memasukkan barang ke Indonesia tanpa terlebih dulu memperoleh RIPH yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian. Sementara SPI dikeluarkan oleh Kemendag.

"Kan lembaganya perdagangan ya Kementerian Perdagangan. Urusan pertanian, ya Kementerian Pertanian. Kecuali kalau sudah duduk bareng. Itupun kalau duduk bareng, tapi kesepakatannya melanggar UU, ya tak boleh," kata Sudin.

Sudin melanjutkan, pihaknya menerima informasi bahwa Kementerian Pertanian sebenarnya sudah mengeluarkan RIPH untuk 400 ribu ton lebih. Artinya, kata dia, sudah ada pihak yang bekerja keras berusaha memenuhi persyaratan, termasuk syarat wajib menanam di dalam negeri.

Implikasi lebih jauh, lanjut Sudin, jika meniadakan RIPH tersebut akan bertentangan dengan target pemerintah melaksanakan ketahanan pangan nasional. Diapun mengaku sudah mendapat laporan soal kekecewaan petani bawang putih.

"Kemarin anggota DPR kami dari dapil Jateng sudah teriak. Sekarang sedang panen bawang putih di Jateng. Memang cuma sekian ton dan tak begitu banyak. Tapi ada potensi rugi," kata Sudin.

Konsekuensi lebih jauh, dicemaskan pengusaha luar bisa sebebasnya mengirim produk pertaniannya ke Indonesia. Bukan hanya petani Indonesia, bahkan importir dalam negeri juga akan terancam.

Oleh karena itu, Sudin menyatakan, sebenarnya pihaknya sudah merencanakan untuk memanggil semua pihak terkait untuk membahas isu ini dalam sebuah rapat gabungan. Hanya saja, situasi pandemi covid-19 membuat rapat gabungan seperti biasa, yang berarti melibatkan banyak orang, jadi sulit dilaksanakan.

"Anggota Komisi IV ingin segera dilaksanakan minimal Rapat Dengar Pendapat. Mungkin kami akan lakukan dengan cara virtual," kata Sudin.

Sebelumnya, pemerintah berdalih ingin mempermudah impor kedua komoditas tersebut. Hal tersebut diaplikasikan oleh Kementerian Perdagangan yang membebaskan sementara izin impor untuk bawang putih dan bawang bombai hingga 31 Mei 2020. Dengan Permendag Nomor  27 Tahun 2020, persyaratan izin impor berupa Persetujuan Impor (PI) serta Laporan Surveyor (LS) dihapus.

Menurut Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura Yasid Taufik, selama masa relaksasi, Kementerian Pertanian melalui petugas Karantina Pertanian tetap mencatat apakah importir sudah mengantongi Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) atau belum. Ini bertujuan sebagai bahan evaluasi bersama kementerian terkait.

Dia menjelaskan, para importir penting untuk memperhatikan persyaratan administrasi dan teknis yang mengatur produk impor hortikultura sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 39 Tahun 2019 j.o. 02 Tahun 2020 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH).

Menurut dia, pentingnya dilakukan pengecekan Good Agriculture Practices (GAP) dan sertifikat Good Handling Practices (GHP) ini pun untuk memastikan produk tersebut aman untuk dikonsumsi masyarakat.

"Itu pentingnya RIPH. Terlebih dalam situasi seperti saat ini, harus ada jaminan keamanan pangan produk impor," katanya akhir pekan lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement