Ahad 29 Mar 2020 22:59 WIB

Indef: Perlu Stimulus Rp1.000 T untuk Tahan Dampak Covid-19

Pelebaran defisit anggaran akibat pandemi Covid-19 bisa di atas lima persen.

Pedagang menata cabai di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu (25/3). Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai dampak dari melemahnya rupiah terhadap dolar AS akibat mewabahnya COVID-19 berimbas pada melonjaknya harga pangan seperti bawang merah dan putih, gula pasir, serta cabai rawit merah
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Pedagang menata cabai di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu (25/3). Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai dampak dari melemahnya rupiah terhadap dolar AS akibat mewabahnya COVID-19 berimbas pada melonjaknya harga pangan seperti bawang merah dan putih, gula pasir, serta cabai rawit merah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom senior lembaga kajian ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Fadhil Hasan memperkirakan dibutuhkan stimulus fiskal sebesar Rp1.000 triliun untuk menahan dampak Covid-19 bagi perekonomian nasional. Diperlukan Perppu untuk mengubah postur APBN 2020.

"Saya perkirakan stimulus yang signifikan dan bisa menghasilkan situasi cukup baik sebesar Rp600 triliun hingga Rp1.000 triliun. Mungkin pelebaran defisit anggaran bisa di atas lima persen," ujar Fadhil Hasan melalui video konferensi di Jakarta, Ahad (29/3).

Baca Juga

Dengan demikian, lanjut dia, harus ada peraturan yang mendukung. Pemerintah dapat mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) mengenai perubahan postur APBN 2020.

"Harus ada payung hukum yang jelas, agar tetap akuntabel dan tidak menyalahi aturan ketika ada pelebaran defisit untuk realokasi berbagai anggaran yang saat ini difokuskan untuk bidang kesehatan," paparnya.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara disebutkan bahwa defisit anggaran dibatasi maksimal tiga persen dari produk domestik bruto (PDB). Fadhil mengatakan untuk mendukung stimulus ekonomi terdampak Covid-19, pemerintah dapat menerbitkan surat utang untuk Bank Indonesia.

Dana dari penerbitan surat utang itu, lanjut dia, dapat disalurkan ke beberapa pos seperti kesejahteraan rakyat, perlindungan UMKM, serta pembelian alat kesehatan.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak memaksakan defisit pada APBN di bawah tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Tujuannya untuk menjaga stabilitas ekonomi di tengah mewabahnya Covid-19.

“Saat ini kita tidak meng-constraint-kan diri kita apakah hanya di bawah tiga persen sesuai dengan Undang-undang,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (24/3).

Sri Mulyani menyatakan, kebijakan tersebut diambil sebagai upaya dalam menjaga keselamatan dan kesehatan rakyat serta mengurangi risiko terkecil bagi dunia usaha dari kebangkrutan akibat pandemi Covid-19.

“Fokus kami rakyat, kesehatan terjaga atau terselamatkan dan mengurangi sekecil mungkin risiko bagi masyarakat dan dunia usaha dari kemungkinan terjadi kebangkrutan,” ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement