Ahad 29 Mar 2020 00:35 WIB

Ilmuwan Pertanyakan Akurasi Rapid Test Covid-19

Beberapa negara telah memanfaatkan kit rapid test Covid-19, bagaimana akurasinya?

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Reiny Dwinanda
Rapid test. Ilmuwan mempertanyakan akurasi hasil test cepat.
Foto: Humas Pemprov Jawa Barat
Rapid test. Ilmuwan mempertanyakan akurasi hasil test cepat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa negara telah memanfaatkan alat rapid test  sebagai salah satu upaya untuk menekan laju penyebaran Covid-19. Alat tes cepat ini digadang dapat menentukan apakah seseorang terkena atau pernah terkena infeksi virus corona dalam hitungan menit.

Di satu sisi, pemanfaatan kit rapid test secara massal dapat menunjukkan luas penyebaran suatu wabah yang sebenarnya. Selain itu, penggunaan alat tes cepat juga efektif untuk memisahkan orang yang sehat dengan orang yang sakit.

Baca Juga

Di lain sisi, sebagian ilmuwan mempertanyakan keandalan rapid test virus corona. Mereka menilai, tak jelas apakah hasil rapid test betul-betul akurat.

Secara umum, ada dua jenis alat tes cepat yang saat ini banyak digunakan. Salah satunya adalah tes antigen yang menggunakan swab hidung atau tenggorokan untuk mengetahui keberadaan virus, seperti yang digunakan Spanyol.

Jenis lainnya adalah tes antibodi yang menggunakan pemeriksaan darah untuk mengetahui apakah seseorang pernah terinfeksi virus atau tidak. Inilah yang dipakai Indonesia.

Namun, masih ada tanda tanya besar mengenai akurasinya, selama apa antibodi dan imunitas bertahan, dan terhadap siapa tes darah ini harus diterapkan. Di samping itu, otoritas kesehatan di China, AS, dan negara lain tak banyak memberikan informasi soal detail tingkat hasil positif palsu maupun negatif palsu dari setiap kit uji cepat.

"Kita belum punya semua jawabannya," kata Dr Robin Patel selaku ketua American Society for Microbiology.

Hal itu membuat ilmuwan khawatir rapid test tak terlalu andal daripada metode pengujian yang lebih memakan waktu. Rendahnya akurasi itu pula yang dialami pemerintah kota Madrid, Spanyol.

Kasus Spanyol

Saat ini, ketersediaan kedua jenis kit rapid test tersebut sangat terbatas. Jumlah alat yang tersedia tidak sebanding dengan tingginya minat terhadap alat tes cepat tersebut. Selain itu, tidak semua kit yang tersedia di pasaran bisa diandalkan.

"Pasar sudah benar-benar menggila, karena semuanya ingin produk ini dan mereka mau yang terbaik," ungkap Menteri Kesehatan Spanyol Salvador Illa, seperti dilansir AP News.

Pada Jumat (27/3), misalnya, pemerintah Spanyol terpaksa mengembalikan 58 ribu alat tes antigen cepat dari produsen China. Alasannya, sebanyak 8.000 alat tes antigen cepat pertama yang dikirimkan oleh Shenzen Bioeasy Biotechnology tersebut terbukti cacat.

Produsen akhirnya setuju untuk mengganti alat-alat tes cepat yang dikembalikan oleh pemerintah Spanyol dengan alat tes yang memenuhi kriteria. Terkait hal ini, pihak otoritas China mengatakan bahwa produsen yang mengirimkan kit rapid test kepada pemerintah kota Madrid, Spanyol, tak memiliki lisensi untuk menjual produk tersebut.

Keluhan terhadap alat test cepat buatan Bioeasy muncul setelah ilmuwan Spanyol meneliti sebagian tes cepat swab nasofaring untuk virus corona. Mereka menemukan bahwa alat tes itu rupanya hanya memiliki tingkat akurasi kurang dari 30 persen, sedangkan metode pengetesan laboratorium memiliki tingkat akurasi 84 persen. Kit itu juga diklaim punya akurasi 80 persen oleh produsen.

Rapid test 15 menit

Di Amerika Serikat, Food and Drug Administration (FDA) mengungkapkan, ada lebih dari 15 perusahaan yang melapor kepada FDA bahwa mereka telah berhasil membuat tes antibodi cepat untuk virus corona. Mengingat situasi saat ini, perusahaan-perusahaan tersebut diizinkan untuk melakukan distribusi alat-alat tersebut ke rumah sakit dan tempat praktik dokter. Namun, alat-alat tes cepat itu disertai dengan keterangan "Tes ini belum ditinjau oleh FDA".

Perkembangan terbaru, pada Jumat waktu setempat, pejabat kesehatan federal menyetujui rapid test yang dapat memberikan hasil dalam waktu kurang dari 15 menit. Kit ini menggunakan teknologi yang sama dengan beberapa tes cepat untuk flu.

Wakil Presiden AS Mike Pence dalam jumpa pers hari Kamis sempat memberi bocoran soal tes diagnostik baru ini. Akan tetapi, kekurangan peralatan penting yang digunakan untuk mengumpulkan spesimen pasien, seperti masker dan usap, bisa menghambat penerapan tes cepat secara massal.

FDA telah memberi izin tes cepat tersebut untuk penggunaan darurat, menandakan bahwa regulator federal puas dengan data validasi tes dan percaya manfaatnya lebih besar daripada risiko apa pun, seperti positif atau negatif palsu.

Produsen kit rapid test, Abbott Laboratories, menargetkan dapat menyiapkan 50 ribu kit per hari mulai opekan depan. Teknologi di balik tes ini bekerja mencari gen yang ada dalam virus, mirip dengan tes PCR (polymerase chain reaction) yang sudah ada di pasaran.

Sementara itu, Kepala peneliti dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Dr Soumaya Swaminathan mengatakan, tes cepat virus corona dalam skala besar dapat membantu tenaga kesehatan untuk mengetahui siapa saja orang-orang yang tampak sehat, namun sebenarnya terinfeksi. Swaminathan mengingatkan bahwa tidak semua orang yang menderita Covid-19 menunjukkan gejala.

"Kita tahu bahwa jika Anda benar-benar ke luar dan mengetes semua orang di masyarakat, Anda akan mendapati orang-orang berkeliling bebas dengan virus ini di tubuhnya dan tak merasa sakit sama sekali," ungkap Swaminathan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement