Jumat 27 Mar 2020 16:12 WIB

440 Ribu Warga Australia Terancam Kehilangan Pekerjaan

Tingkat pengangguran di Australia diperkirakan mencapai 8,4 persen dampak dari corona

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
Pengangguran (ilustrasi)
Pengangguran (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom senior untuk Australia di Citigroup Inc

Josh Williamson memperkirakan sekitar 440.000 orang Australia akan kehilangan pekerjaan pada kuartal ketiga. Hal ini berkaitan dengan pandemi corona yang juga melanda negara itu. Dia memperkirakan tingkat pengangguran mencapai 8,4 persen.

Baca Juga

Perdana Menteri Australia menghadapi kritik luas dari banyak orang yang meyakini bahwa Pemerintah Australia memberi respons berlebih atas situasi pandemi saat ini. Namun, tak sedikit juga warga yang menginginkan kontrol lebih ketat agar negara itu tidak memiliki jumlah kasus covid-19 yang besar dan dipastikan memperburuk kondisi perekonomian.

Di New South Wales, sekolah-sekolah tetap dibuka dengan keyakinan dari pihak berwenang bahwa hal itu aman. Namun, para orang tua didorong unyuk menjaga anak-anak mereka dari kemungkinan penularan virus corona jenis baru, dengan tetap berada di rumah.

Virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) yang menyebabkan infeksi penyakit COVID-19 pertama kali ditemukan di Wuhan, Ibu Kota Provinsi Hubei, Cina pada Desember 2019. Sejak saat itu, virus terus menyebar secara global ke berbagai negara lainnya di dunia.

Menurut data Worldometers, hingga Jumat (27/3) pagi, jumlah kasus COVID-19 di seluruh dunia tercatat mencapai 529.614 dengan 213.976 meninggal dunia dan 123.380 pasien dinyatakan sembuh. Terdapat 200 negara yang telah mengkonfirmasi kasus positif infeksi virus corona jenis baru ini.

Saat ini Amerika Serikat (AS) menjadi negara dengan kasus COVID-19 terbesar dengan jumlah kasus mencapai 83.672. Sementara, Cina berada di urutan nomor dua dengan 81.285 kasus dan Italia dengan 80.589 kasus.

Covid-19 berasal dari keluarga virus corona yang sama dengan beberapa wabah lainnya, yaitu SARS (sindrom pernapasan akut parah) dan MERS (sindrom pernapasan Timur Tengah) menjadi lebih mematikan dengan tingkat penyebaran yang cepat. Saat wabah SARS terjadi pada 2002-2003, sebanyak 774 orang meninggal, sementara MERS yang mewabah sejak 2012 tercatat menewaskan sedikitnya 828 orang.

Bagi kebanyakan orang, infeksi virus corona jenis baru menyebabkan gejala ringan atau sedang, seperti demam dan batuk yang hilang dalam dua hingga tiga minggu. Namun, sebagian orang, terutama orang dewasa yang lebih tua dan orang-orang dengan masalah kesehatan yang telah ada, COVID-19 dapat menimbulkan gejala yang lebih parah, termasuk pneumonia, dan bahkan kematian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement