Jumat 27 Mar 2020 00:50 WIB

Orang Asia Cenderung Pakai Masker, Kok Orang Barat tidak?

Orang-orang di Asia banyak yang mengenakan masker saat pandemi Covid-19.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Reiny Dwinanda
Warga yang berkantor di DKI Jakarta mengenakan masker. Orang-orang di Asia banyak yang mengenakan masker saat pandemi Covid-19.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga yang berkantor di DKI Jakarta mengenakan masker. Orang-orang di Asia banyak yang mengenakan masker saat pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalau saat ini Anda sedang berada di Hong Kong, lalu keluar rumah Anda tanpa menggunakan masker, siapkan mental untuk menghadapi tatapan sinis warga setempat. Mereka pasti akan memprotes meski hanya lewat tatapan.

Warga di Seoul (Korea Selatan) atau Tokyo (Jepang) sekarang juga berperilaku serupa. Sejak awal wabah virus corona mencuat, warga di beberapa daerah telah sepenuhnya mendukung pemakaian masker dalam kesehariannya. Siapa pun yang terlihat tidak bermasker akan berisiko menjadi "musuh masyarakat". Namun, di banyak bagian lain dunia, dari Inggris hingga Amerika Serikat sampai ke Australia dan Singapura, orang masih bisa diterima untuk berjalan-jalan tanpa hidung dan mulutnya tertutup masker.

Baca Juga

Alasan beberapa negara memakai masker sedangkan yang lain tidak, rupanya bukan hanya tentang arahan pemerintah dan saran medis. Dilansir BBC, Kamis (26/3), hal ini juga tentang budaya dan sejarah.

 

Sejak dimulainya wabah virus corona, saran resmi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah jelas. Hanya dua kategori orang yang harus memakai masker, yakni mereka yang sakit maupun menunjukkan gejala serta yang merawat orang-orang yang diduga terinfeksi virus corona.

Namun, di beberapa bagian Asia, setiap orang sekarang memakai masker. Mereka melakukannya karena hal ini dipandang lebih aman dan lebih pengertian.

Di China daratan, Hong Kong, Jepang, Thailand, dan Taiwan, mereka berasumsi siapa pun bisa menjadi pembawa virus, bahkan orang sehat. Jadi, dalam semangat solidaritas, Anda perlu melindungi orang lain dari diri Anda sendiri.

Pemerintah di China juga mendesak semua orang untuk memakai masker. Di beberapa bagian China, Anda bahkan bisa ditangkap dan dihukum karena tidak memakai masker. Sementara itu, di Indonesia dan Filipina, di mana ada kecurigaan bahwa ada banyak kasus yang tidak dilaporkan, sebagian besar orang di kota-kota besar telah mulai mengenakan masker untuk melindungi diri dari orang lain.

Bagi banyak negara ini, mengenakan masker adalah norma budaya, bahkan sebelum wabah virus corona. Hal ini bahkan telah menjadi mode pernyataan karena pada satu titik masker Hello Kitty menjadi kemarahan di pasar jalanan Hong Kong.

Di Asia Timur, banyak orang terbiasa memakai masker saat sakit atau saat musim kering karena dianggap tidak sopan jika bersin atau batuk tanpa ditutup. Wabah virus sindrom pernapasan akut parah (SARS) pada 2003 yang memengaruhi beberapa negara di kawasan itu juga membawa pulang pentingnya memakai masker, khususnya di Hong Kong, di mana banyak yang meninggal akibat virus itu.

Jadi, satu perbedaan utama antara masyarakat Asia Timur dan masyarakat Barat adalah mereka telah mengalami penularan wabah sebelumnya. Ingatan mengenai hal ini masih segar dan menyakitkan. Sementara itu, di Asia Tenggara, terutama di kota-kota berpenduduk padat, banyak yang memakai masker di jalanan hanya karena polusi.

Namun, hal itu belum menyebar di mana-mana di Asia. Di Singapura, pemerintah telah mendesak masyarakat tidak memakai masker demi memastikan pasokan yang memadai untuk petugas kesehatan.

Kebanyakan orang di Singapura pun berjalan keluar tanpa menggunakannya. Ada kepercayaan publik yang substansial pada pemerintah sehingga orang cenderung mendengarkan saran tersebut. Lalu, ada gagasan bahwa setiap hal kecil berguna dalam perang yang dilancarkan dunia melawan virus ini.

"Kami tidak dapat mengatakan apakah masker tidak efektif, tetapi kami menganggap ini memiliki efek karena itulah perlindungan yang kami berikan kepada petugas kesehatan," kata Benjamin Cowling, seorang ahli epidemiologi dari Universitas Hong Kong.

"Jika masker digunakan pada banyak orang di daerah ramai, saya pikir itu akan memiliki efek pada transmisi publik. Saat ini kami sedang mencari setiap langkah kecil yang kami bisa untuk mengurangi transmisi itu bertambah."

Namun, hal ini tentu saja ada kelemahannya. Beberapa tempat seperti Jepang, Indonesia, dan Thailand menghadapi kekurangan stok masker saat ini. Korea Selatan pun harus membagikan masker.

Ada ketakutan bahwa orang akhirnya akan menggunakan kembali masker yang tidak higienis, menggunakan masker yang dijual di pasar gelap, atau memakai masker buatan sendiri yang bisa memiliki kualitas lebih rendah dan pada dasarnya tidak berguna. Orang-orang yang tidak mengenakan masker di tempat-tempat ini juga mengalami stigma, sampai-sampai mereka dijauhi dan dihalangi dari toko-toko ataupun gedung-gedung.

Di negara-negara di mana mengenakan masker bukanlah hal biasa, seperti Barat, mereka yang mengenakan masker telah dijauhi bahkan diserang. Apalagi, kebanyakan dari pemakai masker ini adalah orang Asia.

Namun, masyarakat yang melakukan advokasi bahwa setiap orang harus memakai masker mungkin ada benarnya dan makin banyak. Bahkan, para ahli kini mempertanyakan saran resmi WHO.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement