Rabu 25 Mar 2020 22:30 WIB

Pengaruh Islam Dalam Epos I La Galigo (1)

I La Galigo dalah epos mitologis di Bugis.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Naskah La Galigo di Museum La Galigo kawasan benteng Fort Rotterdam, Makassar.
Foto: Republika/ Maman Sudiaman
Naskah La Galigo di Museum La Galigo kawasan benteng Fort Rotterdam, Makassar.

REPUBLIKA.CO.ID,  MAKASSAR -- I La Galigo atau Galigo adalah epos mitologi yang lahir dari peradaban masyarakat Bugis yang berbasis di Sulawesi Selatan. Epos tersebut sangat sakral bagi masyarakat Bugis karena bagian naskahnya bisa dijadikan mantra dalam upacara adat.

La Galigo belum dikenal secara luas oleh masyarakat umum seperti epos Mahabarata. Akan tetapi naskah La Galigo jauh lebih panjang dari naskah Mahabarata. Banyak yang meyakini naskah La Galigo masih ada yang tercecer di masyarakat. Sehingga jika digabungkan dengan naskah yang telah ditemukan akan jauh lebih panjang lagi.

Epos mitologi dari masyarakat Bugis ini diperkirakan mulai ditulis antara abad ke-13 dan ke-15 menggunakan aksara Lontara dalam bentuk puisi berbahasa Bugis kuno. Masyarakat Bugis percaya bahwa La Galigo sebenarnya sudah menjadi tradisi lisan saat dituliskan.

 

Seiring berkembang dan meluasnya ajaran Islam ke berbagai pelosok dunia termasuk ke wilayah Bugis. Karya sastra La Galigo secara perlahan mulai dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam. Para ulama, intelektual dan penyair Muslim memanfaatkan La Galigo menjadi sarana dakwah.

Penulis buku Islamisasi Bugis, Andi Muhammad Akhmar menjelaskan, La Galigo adalah mitologi masyarakat Bugis sebelum mereka memeluk Islam. Mitologi itu diawali dengan menceritakan tentang penciptaan manusia pertama yang diturunkan ke muka Bumi. La Galigo memiliki cerita pokok dan cabang-cabang cerita, seperti sebuah pohon besar yang memiliki banyak cabang dan ranting.

"Ada cerita La Galigo versi Bottinna I La Dewata Sibawa I We Attaweq yang menempel pada pokok cerita, versi ini memiliki tokoh-tokoh baru yang dimunculkan yakni tokoh-tokoh dalam ajaran Islam," kata Akhmar kepada Republika usai bedah buku Islamisasi Bugis kajian sastra atas La Galigo versi Bottinna I La Dewata Sibawa I We Attaweq di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Sabtu (28/9).

Ia menceritakan, naskah La Galigo versi Bottinna I La Dewata Sibawa I We Attaweq mengandung ajaran-ajaran Islam. Naskah ini diperkirakan berasal dari abad ke-19, tapi besar kemungkinan sudah ada naskah-naskah La Galigo sebelum itu yang sudah ditulis dan mengandung ajaran Islam. Karena naskah La Galigo disalin dari masa ke masa.

Akhmar menjelaskan pengaruh Islam dalam La Galigo versi Bottinna I La Dewata Sibawa I We Attaweq. Dalam komposisi baris-baris La Galigo versi ini terdapat bentuk formula-formula doa yang menggunakan bahasa Arab, ayat Alquran, dan nama-nama Allah atau Asmaul Husna. Sehingga menyebabkan perubahan aturan perpuisian metrum lima atau empat suku kata setiap segmen yang sebelumnya berlaku ketat dalam La Galigo.

Jadi La Galigo versi Bottinna I La Dewata Sibawa I We Attaweq sudah mengandung doa-doa dalam bahasa Arab, ayat Alquran, dan Asmaul Husna. Selain itu, muncul nama-nama tokoh Islam dalam naskah La Galigo versi ini.

"Tokoh-tokoh Islam yang muncul dalam epos La Galigo di antaranya Jalilullah, Nabi Adam, Nabi Sulaiman, Nabi Muhammad, Nabi Khaidir, dan Datu Hindi," ujarnya.

Tokoh-tokoh Islam tersebut dihadirkan dalam suatu hubungan genealogi dengan tokoh-tokoh dalam mitologi La Galigo. Dengan menambahkan tokoh-tokoh Islam, para sastrawan Muslim membuat tokoh-tokoh di dalam La Galigo seolah telah memeluk Islam. Secara tidak langsung tokoh-tokoh di dalam epos La Galigo diislamkan.

Sebagai contoh, tokoh tertinggi dalam mitologi La Galigo adalah sang Dewa Pencipta. Oleh para sastrawan Islam diceritakan kembali bahwa Dewa Pencipta itu telah membaca doa-doa sesuai keyakinan umat Islam dan membaca Asmaul Husna. Sehingga masyarakat yang awalnya meyakini Dewa Pencipta kedudukannya paling tinggi, bergeser kepercayaannya dengan menganggap Dewa Pencipta itu telah memeluk agama Islam dan berdoa kepada Allah.

"Tapi nama-nama tokoh di dalam La Galigo tetap tidak diubah, para penyair Islam justru menambah tokoh-tokohnya dengan menciptakan tokoh-tokoh baru dalam La Galigo," jelas Akhmar

Dia menganalogikan, epos La Galigo yang dipengaruhi Islam seperti epos Mahabarata yang nama-nama tokoh-tokohnya tidak diubah oleh Wali Songo. Tetapi Wali Songo menambahkan tokoh Semar bersama anak-anaknya dan tokoh lainnya dalam epos Mahabarata.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement