Rabu 25 Mar 2020 19:48 WIB

Disebut Mirip Corona, Ini Proses Pembuatan Film Contagion

Tim produksi film berkonsultasi dengan banyak ahli epidemiologi.

Rep: Desy Susilawati/ Red: Qommarria Rostanti
Salah satu adegan di film Contagion.
Foto: Dok Warner Bros Pictures
Salah satu adegan di film Contagion.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Film Contagion menempati urutan ketiga teratas di aplikasi iTunes pada akhir pekan lalu. Sinema yang dibintangi aktor Matt Damon ini ramai dicari oleh penikmat film di tengah merebaknya virus corona.

Tak sedikit publik heran, bagaimana bisa film yang dirilis pada 2011 tersebut memiliki jalan cerita yang sangat mirip dengan kondisi dunia saat ini.

Dilansir di New York Post beberapa waktu lalu, para pembuat film termasuk sutradara Steven Soderbergh dan penulis Scott Burns, berinisiatif membuat film serealistis mungkin. Mereka berkonsultasi dengan banyak ahli epidemiologi di kehidupan nyata.

Seorang pakar kesehatan yang menjadi salah satu konsultan film Contagion, Laurie Garrett, mengatakan tujuan tim produksi membuat film ini adalah untuk menunjukkan gambaran akurat kepada masyarakat. "Mereka berharap film ini dapat memotivasi para pemimpin politik untuk melakukan perubahan," kata Garrett.

Garrett adalah mantan mitra senior kesehatan global di Council on Foreign Relations yang telah melacak wabah selama beberapa dekade. Dia menerbitkan buku terlaris berjudul The Coming Plague: Newly Emerging Diseases in a World Out of Balance (Wabah yang akan Datang: Penyakit Baru yang Muncul di Dunia yang Tidak Seimbang) pada 1994.

Awalnya, Contagion hendak mengisahkan virus flu yang membunuh jutaan orang pada 1918. Lantas, muncul virus dari subtipe yang sama, H1N1 yang dikenal sebagai flu babi melanda pada 2009. Untungnya, korban tidak sebanyak pada 1918.

"Itu bukan tekanan besar, tidak masuk akal untuk menggunakannya karena manusia baru saja melewatinya," ujar Garret.

Naskah film kemudian ditulis ulang dan berfokus pada virus MEV-1 yang berasal dari Hong Kong. Pembuatan draf film dibantu oleh Direktur Pusat Infeksi dan Kekebalan Columbia, Ian Lipkin.

Garret dan para pakar melihat banyak penyakit muncul di Asia karena gangguan luar biasa dari sana. "Kelelawar dan burung sangat tertekan karena deforestasi dan perubahan iklim," ujarnya.

Dalam film ini, kelelawar menjatuhkan sepotong buah, yang dimakan oleh babi. Babi itu kemudian disembelih untuk dikonsumsi sehingga menularkan virus ke manusia. Para ilmuwan menduga bahwa virus corona telah menyebar hampir ke seluruh dunia berasal dari kelelawar. "Kelelawar memiliki indeks virus yang tinggi dalam air liur mereka," kata Garrett.

Tidak satu pun dari virus tersebut membahayakan kelelawar itu sendiri. Bagi kelelawar, virus tersebut berfungsi sebagai mekanisme pertahanan untuk menangkal predator.

Salah satu alasan film ini terasa baru karena banyak subplot. Masing-masing mewakili peristiwa dan perilaku yang menurut Garrett hampir datang bersama pandemi. Film ini tidak hanya memberikan pandangan sekilas tentang apa yang terjadi, melainkan juga apa yang mungkin terjadi.

"Saya sudah berada di lebih dari 30 epidemi dan hal yang sama terjadi berulang-ulang," kata dia.

Film ini juga menyorot berbagai reaksi psikologis yang muncul selama wabah. Selalu muncul teori konspirasi dan menyalahkan pihak tertentu.

Garrett mengatakan sebagian besar manusia tidak siap menghadapi Covid-19. Menurut dia, keangkuhan yang membimbing manusia untuk percaya tidak akan menghadapi ancaman mengerikan dari mikroba. "(Keangkuhan) itu tidak masuk akal," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement