Rabu 25 Mar 2020 15:14 WIB

Operasionalisasi Kepodang Dinilai Harus Lebih Efisien

Pasokan gas dari lapangan Kepodang selalu di bawah target.

Petugas PGN ilustrasi.
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Petugas PGN ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Julius Wiratno mengatakan operasionalisasi kembali lapangan Kepodang, Blok Muriah, Jawa Tengah harus lebih efisien. Pasalnya, hasil temuan SKK Migas mendapati fakta adanya ketidaksesuaian antara perkiraan cadangan terambil dengan aktual realisasi angka-angka produksi/kumulatif dan juga parameter-parameter teknis operasional seperti temperature, tekanan, dan lainnya.

"Meski data cadangan yang ada sudah tersertifikasi namun kondisi lapangan berbeda. Inilah situasi yang biasa terjadi di industri migas," jelas Julius kepada wartawan, Senin (23/3).

Pada 2019 Petronas Carigali Mutiah Ltd menutup operasionalisasi lapangan Kepodang akibat produksi yang terus menurun. Bahkan sejak pertama beroperasi di 2015, pasokan gas dari lapangan Kepodang selalu di bawah target.

 

Imbas dari penutupan operasi tersebut membuat PT Kalimantan Jawa Gas (KJG) mengalami kerugian. Bahkan Petronas masih memiliki kewajiban denda akibat pasokan gas dibawah kontrak selama periode 2015 -2017 sebesar 32,2 juta dolar AS atau sekitar Rp 460 miliar. Denda ini belum memperhitungkan kontrak pasokan gas tahun 2018 dan 2019 yang juga di bawah kontrak.

Julius menambahkan, untuk mengoperasikan kembali lapangan Kepoda diperlukan langkah-langka antisipatif atau korektif,sehingga biaya operasi dapat ditekan serendah mungkin. "Kalau ingin tetap bisa dioperasikan, misalnya dengan menekan biaya operasi sampai titik yang bisa dikatakan fly," katanya.

Terkait investor migas yang tidak patuh aturan, SKK Migas memastikan akan memberikan tindakan tegas. Apalagi saat ini regulasi sudah mengatur secara ketat hak dan kewajiban para investor yang akan beroperasi di Indonesia.

Julius mengatakan banyak kebijakan yang telah dan sedang dilakukan SKK Migas untuk membenahi industri migas nasional. Contohnya adalah penerapan Komitmen Kerja Pasti (KKP) terhadap setiap kontraktor pengelola blok migas. Aturan ini memungkinan eksplorasi di sektor migas menjadi lebih terukur dan disiplin.

"Kalau nggak committed ya harus didenda dan atau nggak bisa loncat melaksanakan agenda lainnya," kata dia.

Pengamat energi yang juga Guru Besar Universitas Indonesia, Iwa Garniwa, menilai kegagalan pengiriman gas sesuai kontrak kesepakatan, seharusnya tidak boleh terjadi. "Sebetulnya masalah itu tidak boleh terjadi, kalau kontraknya soal tidak terpenuhinya kewajiban, tentu berpengaruh terhadap sisi kepastian hukum," ujar Iwa di Jakarta, Senin (9/3/2020).

Agar kasus serupa tidak terulang, dan industri nasional tidak dirugikan, Iwa menilai, sudah seharusnya ketika kerja sama dilakukan dipastikan betul dari sisi pasokan, karena kapasitas pipa dibangun berdasarkan rencana pasokan. "Jangan sampai salah satu pihak membangun pipa dengan investasi besar, justru pasokan tidak tersedia. Harus di investigasi kemampuan pasokan sebenarnya," kata dia.

PGN melalui Saka Energi Muriah Ltd, kini juga telah mengambil alih 80 persen hak partisipasi production sharing contract (PSC) Muriah dari Petronas Carigali Muriah Ltd. Kini, Saka Energi menjadi operator blok gas di wilayah kerja yang berlokasi di Lapangan Kepodang, lepas pantai Jawa Timur tersebut dengan kepemilikan 100 persen. Aksi korporasi ini resmi disepakati pada 31 Januari 2020 melalui penandatanganan Deed of Assignment (DoA) antara Saka Energi Muriah dengan Petronas Carigali.

"Petronas Carigali tetap bertanggung jawab atas kewajiban yang timbul sebelum pengunduran dirinya sebagai operator dan penyerahan kepemilikannya atas 80 persen hak partisipasi," jelas Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement