Selasa 24 Mar 2020 04:00 WIB

Masker Bedah Langka, Efektifkah Masker Kain Buatan Sendiri?

Masker medis langka, orang pun mulai menjahit sendiri masker dari kain.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Reiny Dwinanda
Masker kain buatan sendiri. Masker medis langka, orang pun mulai menjahit sendiri masker dari kain.
Foto: Istimewa
Masker kain buatan sendiri. Masker medis langka, orang pun mulai menjahit sendiri masker dari kain.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai masker kain buatan sendiri telah dijual secara bebas, salah satunya masker dengan rongga yang memungkinkan penggunanya meletakkan filter yang diyakini bisa mencegah penularan Covid-19. Sebagian orang memakai tisu sebagai filter.

Bolehkah masker seperti itu dipakai oleh orang awam yang tak berhubungan dengan pasien Covid-19? Dokter penyakit dalam Prof dr Ari Fahrial Syam mengingatkan agar masyarakat tidak sembarangan memilih masker di masa pandemi penyakit akibat infeksi virus corona tipe baru ini.

Baca Juga

"Harus ditanyakan dulu ke pembuat produk, berapa persen efektivitas menyaringnya? Pastikan apakah sudah ada uji efektif atau tidak," ungkap Guru Besar Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.

Ari mengatakan, pemilihan masker harus sesuai dengan fungsi dan siapa yang memakainya. Sebagai dokter, Ari tentu saja harus memakai masker N95, yang mampu menyaring hingga 95 persen virus di udara. Apalagi, dia berjumpa dengan banyak pasien.

 

Masker lain yang lazim dikenakan adalah surgical mask atau masker bedah. Masker yang sering digunakan petugas medis ini memang dirancang khusus untuk memblokir tetesan cairan dengan sejumlah lapisan yang punya fungsi berlainan.

Ari menjelaskan, masker bedah tidak efektif digunakan untuk kontak dekat dengan pasien. Saat dokter melakukan tindakan terhadap pasien suspect atau terduga kuat terkena virus korona, yang dipakai adalah N95, bahkan dengan tambahan kacamata goggle.

Sementara, bagi dokter praktik yang sekadar berkomunikasi dengan pasien asimptomatik atau tindakan bukan untuk pasien Covid-19, masker bedah dirasa sudah cukup. Bisa pula memakainya saat berada di jalan guna menghindari kerumunan yang dicurigai positif.

Pria 53 tahun kelahiran Jakarta itu belum bisa memastikan apakah masker kain dengan filter yang beredar dapat berfungsi sama efektif dengan masker bedah. Pasalnya, masker bedah didesain khusus pada setiap bagiannya.

Bagian luar masker adalah lapisan antiair sehingga melindungi dari droplet. Sementara, lapisan dalam masker digunakan untuk menyerap cairan yang keluar dari mulut serta lapisan tengah yang gunanya menyaring kuman.

"Makanya tidak boleh memakai masker dibolak balik, itu ngaco. Kalau bagian luar (masker) berbahan kain dan sifatnya tidak waterproof malah bahaya," kata Ari.

Sementara itu, menurut Ari, masker kain tidak efektif melindungi penggunanya dari paparan virus. Ia menjelaskan, masker seperti itu hanya berfungsi untuk menyaring debu.

Professor Usanee Vinijketkamnuan dan Khanittha Punturee, peneliti biokimia dan kimia klinis dari Chiang Mai University, Thailand pada 2008 pernah efektivitas meneliti masker kain yang diselipkan tisu atau sapu tangan. Dikutip laman Nation Thailand, mereka menemukan bahwa dapat menyaring sebanyak 75 hingga 90 persen partikel debu berbahaya yang berdiameter lebih kecil dari 2,5 mikron, yang dikenal sebagai PM2.5.

Sementara itu, Dr Stephanie Hall selaku kepala Petugas Medis di Keck Hospital, University of Southern California (USC), AS mengungkap, dalam keadaan darurat masker kain boleh saja dipakai. Sejatinya, standar yang berlaku sejalan dengan yang Prof Ari jelaskan, namun kelangkaan masker produksi pabrik membayangi.

Laman LA ist menginformasikan bahwa sejumlah rumah sakit di AS pun bersiap untuk beroperasi dengan masker kain andaikan pasokan masker medis dan N95 tersendat.

Jejaring Rumah Sakit  Providence di  Washington bahkan menyediakan bahan masker standar medis untuk dijahitkan oleh penjahit rumahan. Mereka menggulirkan 100 Million Mask Challenge.

Di rumah sakit Indiana, New York, dan Ohio, donasi masker katun dari relawan pun diterima dengan baik. Di Keck USC, persediaan masker standar medis di rumah sakitnya kini tinggal untuk sepekan dan terus berkejaran dengan kebutuhan.

Hall mengatakan, pakar epidemiologi dan penyakit menular di rumah sakitnya tengah mempelajari efektivitas masker buatan rumah dan cara terbaik untuk mengenakannya.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS mengatakan, kalau tak ada lagi yang bisa dipakai, masker kain boleh dikenakan petugas medis. Namun, mereka tetap harus menggunakan penghalang dari plastik, seperti yang dikenakan tukang las.

Para relawan penjahit masker kain ingin memprioritaskan masker bedah dan N95 yang ada untuk tenaga medis. Dengan begitu, masyarakat awam tak perlu berburu masker mengingat risiko dokter dan perawat untuk terinfeksi Covid-19 dari pasien yang dirawatnya jauh lebih besar.

Sementara itu, co-owner Suay Sew Shop di Frogtown, Heather Pavlu, ingin sekali merancang masker yang akan menawarkan perlindungan yang lebih tinggi daripada katun. Dia bekerja dengan tim profesionalnya untuk menghasilkan masker berbentuk kerucut yang mirip dengan N95 yang lebih pas di sekitar mulut dan hidung daripada masker pipih.

Akan ada ruang untuk memasang filter di dalam masker. Pavlu pun berencana menguji beberapa tipe berbeda.

"Filter akan menjadi penentu tinggi-rendahnya tingkat perlindungan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement