Senin 23 Mar 2020 18:44 WIB

Asosiasi Tekstil Minta Cicil Bayar Listrik

Virus corona mengakibatkan cashflow industri tekstil tertekan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Dwi Murdaningsih
Seorang pedagang menata kain tekstil dagangannya di Pasar Ikan Medan, Sumatera Utara, Rabu (5/2/2020).
Foto: Antara/Septianda Perdana
Seorang pedagang menata kain tekstil dagangannya di Pasar Ikan Medan, Sumatera Utara, Rabu (5/2/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pelaku industri Tesktil dan Produk Tekstil (TPT) meminta pemerintah memfasilitasi penundaan pembayaran listrik untuk mempertahankan cash flow industri di tengah tekanan wabah virus corona. Pandemi ini dinilai mengancam eksistensi industri dengan penurunan permintaan secara signifikan.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa menyebutkan, salah satu intervensi yang diharapkan adalah penundaan pembayaran 50 persen tagihan listrik PLN untuk enam bulan ke depan atau periode April hingga September. "Dengan jaminan cicilan berupa giro mundur selama 12 bulan," kata dia, dalam konferensi pers live streaming, Senin (23/3).

Baca Juga

Sebelum ada Covid-19, industri TPT sempat membaik dengan adanya kebijakan safeguard dari pemerintah. Tapi, Jemmy menuturkan, tren permintaan terhadap produk TPT mulai menunjukkan tren penurunan sejak Covid-19 masuk ke Indonesia yang semakin menurun sangat tajam selama 10 hari terakhir.

Sejumlah komitmen permintaan berjalan ditunda, bahkan dibatalkan. Hanya saja, Jemmy belum bisa menyebutkan angka penurunan yang dimaksud. Ia berharap, pemerintah segera melakukan intervensi untuk membantu cashflow industri yang berujung pada kepastian pekerjaan bagi 3 juta tenaga kerja di industri TPT.

"Kami harap pemerintah dapat mempertimbangkan untuk mempertahankan operaisonal industri TPT dan menghindari gelombang PHK karena kontraksi ekonomi akibat Covid-19," katanya.

Selain biaya listrik, Jemmy menambahkan, industri juga berharap pemerintah mempercepat implementasi penurunan harga gas ke 6 dolar AS per mmbtu mulai April 2020. Dua komponen ini diketahui berkontribusi besar terhadap biaya produksi TPT.

Masih di sektor energi, para pengusaha TPT meminta diskon tarif waktu beban idle, untuk pukul 22.00 hingga 06.00 WIB sebesar 50 persen.

Di sektor perindustrian, Jemmy menjelaskan, relaksasi yang dibutuhkan pengusaha TPT di kondisi darurat saat ini adalah perlindungan tarif berupa safeguard untuk produk pakaian jadi. "Ini sebagai lanjutan harmonisasi tarif hulu ke hilir yang diperuntukkan bagi produksen hilir TPT dan IKM (Industri Kecil dan Menengah)," ujarnya.

Pengetatan verifikasi dalam pemberian Persetujuan Impor TPT juga diminta industri. Jemmy berharap, pemerintah selektif dalam memberikan izin produk impor bahan baku industri dengan pertimbangan memenuhi kapasitas produksi dalam negeri terlebih dahulu.

Catatan juga diberikan kepada sektor lingkungan hidup. Jemmy menjelaskan, pihaknya meminta kepada pemerintah segera mencabut peraturan Fly Ash & Bottom Ash (FABA) dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Sebab, negara lain tidak melakukannya dan justru memanfaatkan FABA sebagai bahan baku batako dan pengaspalan jalan.

Revisi pengetatan baku mutu limbah cair juga disampaikan Jemmy, Menurutnya, banyak negara yang memberlakukannya, namun tidak seketat Indonesia. "Hal ini menjadi beban tambahan untuk daya saing produsen dalam negeri," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement