Rabu 18 Mar 2020 23:40 WIB

Kemenkeu: Pembiayaan SBN Masih Cukup Jaga Defisit Anggaran

Pembiayaan SBN dibutuhkan untuk tutup defisit anggaran 0,8 persen

Surat berharga negara(Tim Infografis Republika)
Foto: Tim Infografis Republika
Surat berharga negara(Tim Infografis Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan dukungan pembiayaan dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) masih memadai untuk menjaga defisit anggaran.

"Dukungan domestik masih bagus, incoming bid untuk lelang masih memadai dan membantu pembiayaan bonds," ujarnya di Jakarta, Rabu (18/3).

Luky mengatakan strategi pembiayaan masih sesuai rencana dengan mengandalkan pendekatan secara oportunis dan mempertimbangkan kondisi pasar yang masih bergejolak.

Pembiayaan ini dibutuhkan untuk menutup defisit anggaran yang telah diperlebar 0,8 persen, dari 1,76 persen menjadi 2,5 persen terhadap PDB pada akhir tahun. Ia juga memastikan rencana penerbitan obligasi berdenominasi valas masih sesuai strategi awal, meski penjualan global bonds masih ditangguhkan karena kondisi global.

"Kalau pembiayaan global, kita masih tiga, global sukuk, Samurai Bonds dan EuroBonds, kita lihat kesempatan besaran dan size-nya," ujarnya.

Selain itu, pemerintah juga menyiapkan pembiayaan melalui dukungan dari lembaga multilateral seperti Bank Dunia atau Bank Pembangunan Asia (ADB) untuk memperkuat ketahanan ekonomi.

Untuk kemungkinan terburuk, sudah ada protokol manajemen krisis (CMP) yang salah satunya mencakup Bonds Stabilization Framework untuk menjaga stabilitas surat utang.

"Kita mempunyai bantalan kalau kondisi makin memburuk, tapi tentu tidak kita inginkan," ujar Luky.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat realisasi pembiayaan hingga Februari 2020 telah mencapai Rp 112,9 triliun atau 36,76 persen dari target. Sebagian besar pembiayaan itu berasal dari penerbitan utang Rp 115,58 triliun atau turun 42,06 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.

Rendahnya penerbitan utang itu mencerminkan komitmen pemerintah untuk mengelola pembiayaan secara prudent dengan risiko terkendali serta pengelolaan kas untuk menjaga keberlangsungan fiskal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement