Rabu 18 Mar 2020 10:30 WIB

IHSG Terpukul Lonjakan Kasus Corona dan Isu Lockdown

IHSG melemah terdampak corona di tengah menguatnya mayoritas bursa saham regional.

Karyawan melintas di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Karyawan melintas di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Retno Wulandhari, Antara

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepertinya akan terus terkoreksi seiring terus melonjaknya jumlah kasus positif corona di Indonesia. Pada Rabu (18/3), IHSG dibuka di zona merah, anjlok sebesar 3,50 persen ke posisi 4.300,86 dibandingkan penutupan sebelumnya di level 4.456,75.

Baca Juga

Analis riset Artha Sekuritas Indonesia, Dennies Christopher, mengatakan pelemahan IHSG lebih karena terdampak sentimen domestik. "Terutama semakin tingginya kasus dari dalam negeri," kata Dennies.

Saat ini total kasus pandemi Covid-19 di Indonesia meningkat menjadi 172 kasus dengan total angka kematian lima orang. Angka tersebut meningkat drastis dari hari sebelumnya yang tercatat sebanyak 134 orang.

Menurut Dennies, dampak dari penyebaran Covid-19 terhadap perekonomian masih menjadi perhatian pasar. Dari global kekhawatiran akan resesi masih akan membayangi pergerakan.

Dennies memperkirakan, IHSG akan melanjutkan tren penurunan pada perdagangan hari ini. "Secara teknikal trend bearish masih cukup kuat," terang Dennies.

IHSG terkoreksi tajam di tengah menguatnya mayoritas bursa saham regional. Pada pukul 09.10 WIB, Nikkei 225 naik 1,57 persen, diikuti Shanghai Composite 0,84 persen dan Hang Seng menguat tipis 0,01 persen. Sedangkan Strait Times melesat naik 2,05 persen.

Sementara bursa utama Amerika Serikat, juga menguat signifikan dibandingkan perdagangan sebelumnya. Indeks Nasdaq memimpin penguatan sebesar 6,23 persen, diikuti S&P 500 naik 6,00 persen dan Dow Jones menanjak 5,20 persen.

Dari Eropa, indeks FTSE 100 di London juga menguat 2,79 persen dan Xetra Dax di Frankfurt naik sebesar 2,25 persen.

Analis Reliance Sekuritas Indonesia, Lanjar Nafi, menilai pergerakan IHSG terlihat lebih pesimistis dibandingkan indeks lain. Menurut Lanjar, investor domestik masih terfokus pada isu lockdown atau penutupan sementara di beberapa kota sebagai pencegahan penyebaran wabah corona di Indonesia.

"Hal tersebut tentu akan mengurangi aktivitas bisnis meningkatkan kekhawatiran," kata Lanjar.

Di sisi lain mata uang rupiah juga mengalami tekanan hingga tembus ke level Rp15.160 per dolar AS pada Selasa. Adapun, pada Rabu pagi, nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta kembali melemah menjadi Rp15.215 per dolar AS.

Direktur PT.TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan pelemahan rupiah ini lebih disebabkan sentimen pemangkasan suku bunga oleh The Fed hingga menjadi 0 persen.  Menurut Ibrahim, tindakan darurat terbaru ini menunjukkan bahwa perekonomian AS semakin digerogoti akibat wabah Covid-19.

Pemotongan suku bunga yang lebih cepat ini dilakukan untuk mencegah gangguan pasar keuangan akibat pandemi tersebut. Kekhawatiran masyarakat untuk beraktivitas di luar rumah menyebabkan ekonomi AS akan menderita.

"Kepanikan pasar mengakibatkan pemangkasan suku bunga tidak bisa mengubah suasana bahkan sebaliknya," ujar Ibrahim.

Social distancing

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai kebijakan social distancing atau menjaga jarak yang dikedepankan pemerintah dinilai lebih baik dan masih dapat menggerakkan perekonomian dibandingkan wacana penutupan atau lockdown.

"Paling tidak social distancing masih bisa menggerakkan ekonomi alur barang dan jasa dan masyarakat tetap diberi akses ke berbagai kegiatan ekonomi dengan cara-cara social distancing yakni menjaga jarak 1,5 meter," ujar Tauhid Ahmad, Rabu.

Menurut Tauhid, kebijakan lockdown bisa menjerumuskan Indonesia ke dalam fase krisis ekonomi. "Konsekuensi penutupan maka kita akan memasuki fase krisis ekonomi di mana pertumbuhan ekonomi akan drop di bawah empat persen bahkan lebih buruk," kata direktur Indef tersebut.

Dia mengambil contoh jika Jakarta menerapkan lockdown, maka dampaknya akan sangat besar terhadap perekononiman nasional. Alasannya, Jakarta merupakan pusat segalanya dengan pusat jasa keuangannya menyumbang 45 persen terhadap PDB dan kemudian menjadi pusat jasa perusahaan yang menyumbang 68 persen juga kepada PDB.

"Saya kira pendekatan social distancing lebih baik dibandingkan lockdown untuk saat ini meski pelaksanaannya harus didukung dan dilakukan oleh kesadaran masyarakat sendiri," kata Tauhid Ahmad.

Sebelumnya Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyebut langkah social distancing atau menjaga jarak antarsatu dengan yang lain menjadi hal yang paling penting dilakukan dalam situasi mewabahnya Covid-19. Presiden mengatakan, dengan kondisi tersebut, sudah saatnya bekerja dari rumah, belajar dari rumah, serta beribadah di rumah.

Presiden juga mengajak seluruh rakyat bekerja sama, saling tolong menolong, bersatu padu, bergotong-royong menangani Covid-19. Presiden juga menegaskan pemerintah daerah (pemda) tidak boleh mengambil kebijakan lockdown karena kebijakan tersebut merupakan wewenang pemerintah pusat.

Menurut Presiden Jokowi, semua kebijakan, baik kebijakan pemerintah pusat maupun kebijakan pemerintah daerah akan dan harus ditelaah secara mendalam.Hal itu, kata dia, tidak lain agar seluruhnya efektif menyelesaikan masalah dan tidak semakin memperburuk keadaan.

"Kebijakan ini (lockdown) tidak boleh diambil pemerintah daerah dan sampai saat ini tidak ada kita berpikiran ke arah kebijakan lockdown," kata Jokowi.

photo
Pembatasan Kedatangan Internasional ke Indonesia - (republika/mgrol100)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement