Rabu 18 Mar 2020 01:45 WIB

Okupansi Hotel di Yogya Turun, Kerugian Capai Rp 33,6 Miliar

Penurunan okupansi hotel terjadi sejak 14 Maret 2020.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yudha Manggala P Putra
Menginap di hotel (ilustrasi)(Antara/Noveradika)
Foto: Antara/Noveradika
Menginap di hotel (ilustrasi)(Antara/Noveradika)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA), Herryadi Baiin mengatakan, penurunan okupansi hotel-hotel di DIY terjadi sejak 14 Maret 2020. Sebagian besar dari pemesanan kamar yang dibatalkan.

Ia mengungkapkan, sampai hari ini sudah kehilangan sebanyak 36.694 kamar. Baiin menuturkan, data-data yang mereka dapatkan sejak Februari-Maret 2020 penurunan okupansi yang dialami hotel-hotel Yogyakarta sudah 18,17 persen.

"Kerugian sekitar Rp 33,6 miliar," kata Baiin, Selasa (17/3).

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo menambahkan, penurunan okupansi hotel-hotel berbintang sekitar 17-20 persen. Sedangkan, penurunan okupansi hotel-hotel nonberbintang 20 persen lebih.

"Untuk hotel-hotel nonbintang itu lebih tragis lagi karena banyak yang menunda, penurunan okupansi sudah melebihi dari 20 persen," ujar Deddy.

Deddy turut mendesak pemerintah provinsi, pemerintah kota dan pemerintah kabupaten memberikan insentif berupa keringanan pajak hotel dan restoran. Setidaknya, selama enam bulan ke depan.

Ia menyarankan, pemda-pemda di DIY segera merelaksasi PPh Pasal 21 untuk membantu likuiditasi pekerja. Lalu, relaksasi PPH 25 untuk memberi ruang likuiditas bagi usaha pariwisata, khususnya untuk hotel dan restoran.

"Sebab, pemda-pemda sini belum mengajak bicara kita soal keringan pajak, jadi secara teknis kita belum tahu insentif-insentif," ujar Deddy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement