Selasa 17 Mar 2020 14:42 WIB

Suriah Berisiko Tinggi Terjangkit Wabah Virus Corona

WHO akan mulai melakukan tes virus corona penduduk di barat laut Suriah.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Sebuah masjid berada diantara reruntuhan gedung yang hancur akibat serangan udara di kota Idlib, Suriah. (AP Photo/Felipe Dana)(AP)
Foto: AP
Sebuah masjid berada diantara reruntuhan gedung yang hancur akibat serangan udara di kota Idlib, Suriah. (AP Photo/Felipe Dana)(AP)

REPUBLIKA.CO.ID, LAUSANNE -- Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan mulai melakukan tes virus corona jenis baru atau Covid-19 kepada para penduduk di barat laut Suriah, yang dikuasai pemberontak. WHO sangat prihatin dengan penyebaran pandemi virus corona ke daerah yang sistem kesehatannya telah hancur karena perang.

"Kami berharap bisa mendatangkan mesin dan peralatan tes pada pekan ini sehingga kami dapat memulai pengujian," ujar Direktur Kedaruratan WHO Rick Brennan.

Baca Juga

Pemerintah Suriah sebetulnya telah mulai melakukan pengujian di beberapa daerah, namun belum melaporkan ke WHO. Brennan mengatakan, dirinya sangat prihatin sebab sejumlah negara di sekitar Suriah telah melaporkan kasus virus korona yang telah dikonfirmasi.

Konflik di Suriah menyebabkan sejumlah fasilitas kesehatan hancur oleh serangan bom. Hanya sekitar separuh dari fasilitas medis di wilayah irisan Suriah yang beroperasi. Hampir satu juta warga Suriah terlantar akibat konflik yang telah berlangsung hampir sepuluh tahun. Mereka rata-rata tinggal di kamp-kamp pengungsian yang padat.

"Kami sangat prihatin. Semua negara di sekitarnya telah melaporkan kasus (virus corona)," ujar Brennan.

Menteri Kesehatan Suriah, Nizar Yazigi mengatakan semua tes yang dilakukan di wilayah yang dikuasai oleh pemerintah hasilnya negatif. Yazigi menambahkan 16 penumpang dan awak pesawat dalam penerbangan dari Irak telah dikarantina di fasilitas isolasi dekat ibu kota.

Anggota penasihat respons Covid-19 dari Masyarakat Medis Amerika Suriah (SAMS), Mohammed Isa mengatakan, kelompok oposisi telah mencoba membatasi pergerakan orang di dua pos pemeriksaan di Suriah utara. Hal itu menyusul kekhawatiran bahwa infeksi virus corona bisa masuk dari wilayah Suriah yang dikuasai pemerintah.

Pada 1 Maret wilayah di timur laut Suriah yang dikendalikan oleh Pasukan Demokratik Suriah yang dipimpin Kurdi menutup perbatasan Semalka dengan Irak, karena khawatir penyebaran wabah virus corona. WHO menyatakan dalam sebuah email kepada Aljazirah bahwa, WHO tidak menerima laporan resmi tentang konfirmasi kasus virus corona di Suriah. Namun WHO menilai risiko penyebaran virus corona di Suriah sangat tinggi. Suriah adalah salah satu dari sedikit negara di kawasan yang tidak menghentikan penerbangan ke Iran.

Pada 10 Maret, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan bahwa telah terjadi wabah Covid-19 di provinsi Tartous, Damaskus, Homs dan Latakia. Menurut sumber-sumber yang berbasis di Inggris, pemerintah Suriah telah membungkam para tenaga medis untuk mengungkap kasus Covid-19.

Negara di sisi timur Suriah, yakni Iran memiliki jumlah kasus virus korona tertinggi ketiga setelah China dan Italia. WHO menyatakan, jumlah kasus yang dikonfirmasi di Iran mencapai 13 ribu kasus.

Brennan yang baru saja kembali dari Iran pekan lalu mengatakan, jumlah kasus di Iran yang dilaporkan ke WHO hanya mewakili seperlima dari jumlah sebenarnya. Alasannya, mereka memiliki keterbatasan dalam pengujian virus corona.

"Jaringan terlemah dalam rantai mereka adalah data. Mereka dengan cepat meningkatkan kemampuan untuk melakukan pengujian sehingga jumlahnya kemungkinan akan naik," kata Brennan.

Sebelumnya, tanggapan Iran terhadap pandemi virus corona telah menuai kritik, baik dari pemerintah maupun pejabat Amerika Serikat (AS). Pemerintah Iran mengatakan, mereka kekurangan pasokan global untuk pengujian dan peralatan pelindung bagi tenaga medis. Selain itu, tingginya jumlah kasus virus corona disebabkan oleh dampak sanksi internasional oleh AS. Brennan optimistis, Teheran berkomitmen untuk menanggapi wabah virus korona dengan serius.

"Ada komitmen besar dan mereka menanggapinya dengan serius dari tingkat pemerintahan tertinggi," kata Brennan.

Selama berada di Iran, Brennan mengunjungi pusat kesehatan yang digunakan untuk merawat pasien virus korona. Iran memproduksi masker dan perlatan pelindung secara lokal. Menurut Brennan, alat pelindung diri yang diproduksi lokal dapat membuat pekerja medis berisiko tertular virus korona. Dia mengakui bahwa beberapa petugas kesehatan telah terinfeksi.

"Kami menghargai bahwa Iran mengakui kelemahan mereka dan bekerja keras untuk memperbaikinya," ujar Brennan. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement