Senin 16 Mar 2020 22:12 WIB

Pemerintah Berupaya Akomodir Pekerja Kreatif di Omnibus Law

Kemenaker mengatakan Omnibus Law juga perhatikan aspek pekerja kreatif.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Kontroversi Omnibus Law.(Republika)
Foto: Republika
Kontroversi Omnibus Law.(Republika)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabag Hukum dan Kerjasama Luar Negeri (KLN) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Agatha Widianawati mengatakan bahwa Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Ciptaker) tidak hanya memperhatikan kesejahteraan buruh atau pekerja kantor. Dia mengatakan, RUU itu juga memperhatikan aspek para pekerja di sektor kreatif dan konten kreator.

"RUU Cipta Kerja ini untuk melindungi, mulai dari waktu kerjanya, hak atas upah, dan yang penting kepastian untuk mendapat jaminan sosial serta jaminan kesehatan dan keselamatan kerja," kata Agatha dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (16/3).

Baca Juga

Agatha mengungkapkan, karakteristik para pekerja konten kreator yang dimaksud adalah pekerja yang pekerjaannya tidak dilandasi dengan hubungan kerja. Dia mengatakan, kebanyakan pekerja yang menggeluti profesi ini adalah generasi milenial yang menjadikan pekerjaannya sebagai sarana untuk berkarya disela kesibukan sekolah maupun kuliah.

Menurutnya, rentan bagi mereka untuk tidak mendapatkan hak-hak perlindungan dan jaminan kerja. Dia mengatakan, undang-undang yang berlaku saat ini tidak bisa mengakomodir dengan waktu kerja yang seharusnya 7 hingga 8 jam. 

Dia mengatakan, mereka tidak akan produktif dengan rentang waktu kerja tersebut. Agatha berpendapat, mereka cukup produktif dengan waktu 3 hingga 4 jam serta tidak perlu bekerja dari kantor dan cukup di rumah saja.

Lebih lanjut, Agatha juga berharap agar para pekerja kontrak tidak khawatir akan keberadaan Omnibus Law tersebut. Dia mengatakan, dalam RUU Omnibus Law juga diatur bahwa pekerja kontrak berhak mendapatkan kompensasi ketika pekerja maupun perusahaan tidak melanjutkan kontrak.

Agatha mengatakan, RUU ini juga mengatur batas-batas maksimal dan minimal bagi para pekerja media, apalagi media yang sifatnya menggunakan digital. Dia mengatakan, bekerja dengan sebuah perusahaan itu harus diperhitungkan hak upah, hak jaminan sosial, hak K3 hingga pemberian kompensasi.

"Jadi jangan khawatir, kalau di kontrak itu bukan harga mati bahwa tidak bisa bekerja lagi karena justru pemerintah menciptakan peluang kerja yang lebih dari sekarang," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement