Sabtu 14 Mar 2020 21:38 WIB

Azyumardi: Ekstremisme Menurun Tapi Harus Diantisipasi

Ekstremisme harus tetap diantisipasi.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Azyumardi: Ekstremisme Menurun Tapi Harus Diantisipasi. Foto: Cendekiawan muslim Azyumardi Azra 
Foto: Republika/Fauziah Mursid
Azyumardi: Ekstremisme Menurun Tapi Harus Diantisipasi. Foto: Cendekiawan muslim Azyumardi Azra 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Prof Azyumardi Azra menyampaikan bahwa ekstremisme sosial keagamaan di Indonesia sudah menurun tapi tetap harus diantisipasi. Hal ini disampaikannya usai menjadi narasumber Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah ke-48 bertema 'Ekstremisme Sosial-Keagamaan dan Perdamaian Semesta' di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka pada Sabtu (14/3).

Azyumardi mengatakan, ekstremisme sosial keagamaan di Indonesia sudah banyak menurun sekarang. Tapi masih banyak yang harus dilakukan untuk mengantisipasinya. Salah satu caranya pemerintah harus membuat program untuk memperkuat Islam wasathiyah dan kebangsaan.

Baca Juga

"Karena itu Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan harus melatih para guru dengan Islam wasathiyah, hanya dengan cara begitu maka kemudian guru-guru ini bisa menyebarkan Islam wasathiyah kepada murid dan mahasiswa," kata Azyumardi kepada Republika, Sabtu (14/3).

Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) ini mengatakan, masa depan Islam yang maju itu ada pada Islam wasathiyah. Justru sikap ekstrem dan radikal tidak punya masa depan.

Ia juga menegaskan, paham radikal tidak berasal dari umat Islam atau ormas Islam Indonesia. Islam radikal datangnya dari luar negeri seperti dari Taliban, ISIS dan Al Qaeda. Dia menegaskan bahwa DNA umat Islam Indonesia itu wasathiyah sejak dulu.

"Sejak penyebaran Islam di Nusantara sejak abad 13 itu Islam yang wasathiyah dan inklusif yang bisa hidup berdampingan dengan damai dan komunikatif dengan budaya," ujarnya. 

 

Azyumardi menegaskan, kalau masih ada orang yang terjerumus ke paham Islam radikal adalah gejala sosial yang wajar. Tapi meski wajar tidak bisa dibiarkan, artinya harus tetap diantisipasi. Namanya manusia ada saja yang nakal dan terjerumus, kalau tidak ada manusia yang nakal dan terjerumus tentu tidak perlu ada Nabi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement