Kamis 12 Mar 2020 20:56 WIB

Mahkamah Internasional Desak Penanganan HAM untuk Kashmir

Jammu dan Kashmir harus menghadapi pemutusan akses internet selama berbulan-bulan.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Seorang polisi Kashmir berjaga di luar sebuah toko yang tutup di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, ilustrasi
Foto: AP Photo/Mukhtar Khan
Seorang polisi Kashmir berjaga di luar sebuah toko yang tutup di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SHRINAGAR -- Mahkamah Internasional (ICJ) bergabung dengan organisasi non-pemerintah lainnya mendesak India, Pakistan, dan Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk mengambil tindakan di Jammu dan Kashmir, Rabu (11/3). Wilayah tersebut telah berlarut-larut mengalami situasi yang melucuti hak asasi manusia (HAM) yang parah.

Perwakilan ICJ dan beberapa LSM internasional seperti Amnesty International dan Human Rights Watch mengeluarkan pernyataan bersama di PBB. Dalam pernyataan itu, organisasi mendesak pihak berwenang untuk mengambil tindakan menghentikan pelanggaran HAM di dua wilayah itu.

Baca Juga

Pernyataan bersama menyatakan keperihatinan atas situasi HAM wilayah yang pihak berwenang memberlakukan pembatasan setelah keputusan untuk mencabut otonomi konstitusional pada 5 Agustus 2019. Jammu dan Kashmir harus menghadapi pemutusan akses internet selama berbulan-bulan dan tindakan kekerasan.

Dikutip dari Anadolu Agency, organisasi itu mengatakan, ratusan ditangkap secara sewenang-wenang di wilayah tersebut. Ada beberapa tuduhan serius pemukulan dan perlakuan sewenang-wenang dalam tahanan, termasuk dugaan kasus penyiksaan.

"Tiga mantan menteri utama, politisi terkemuka lainnya, serta para pemimpin separatis dan dugaan pendukung mereka tetap ditahan di bawah Undang-Undang Keselamatan Publik (PSA) dan undang-undang pelecehan lainnya, banyak tanpa tuduhan dan di lokasi yang dirahasiakan di luar Jammu dan Kashmir," kata pernyataan itu.

ICJ menegaskan, tindakan tersebut melanggar perlindungan peradilan dari sistem peradilan pidana dan merusak akuntabilitas, transparansi dan penghormatan terhadap HAM. Terlebih lagi, jurnalis dan pembela hak asasi manusia telah diancam karena mengkritik tindakan keras itu.

"Pelanggaran ini, seperti yang dilakukan selama beberapa dekade terakhir, ditanggapi dengan impunitas kronis," kata mereka.

Organisasi itu mendesak pemerintah India untuk memastikan bahwa pengamat independen, termasuk semua pembela HAM dan jurnalis asing, diberi akses. Mereka dapat melakukan pekerjaan secara bebas dan tanpa rasa takut.

Desakan pembebasan semua orang yang ditahan tanpa tuduhan dan menghilangkan pembatasan pada hak untuk kebebasan berekspresi dan kebebasan bergerak pun harus dilakukan. Mereka yang telah ditolak haknya untuk meninggalkan negara dengan ditempatkan pada 'Daftar Pengawasan Keluar' harus dilepaskan.

ICJ mendesak Komisaris Tinggi untuk Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) mendesak Dewan Keamanan untuk membentuk mekanisme investigasi internasional yang independen. Lembaga itu harus melakukan peninjauan terhadap kejahatan masa lalu dan berkelanjutan di bawah hukum internasional. Pelanggaran HAM oleh semua pihak di Kashmir harus mendapatkan tindakan seperti yang direkomendasikan OHCHR.

Sejak larangan internet dicabut sebagian pada 25 Januari, beberapa warga Kashmir telah berbagi akses ke situs terlarang melalui aplikasi jaringan pribadi virtual (VPN) dan menggunakan web untuk mengecam tindakan pemerintah di wilayah tersebut. Baru awal Maret akses internet lebih terbuka termasuk untuk ponsel dan penggunaan media sosial, di kedua wilayah tersebut. Meski begitu, kecepatan akses internet tetap ditahan hingga pertengahan Maret.

Pihak berwenang India sebelumnya mengatakan bahwa larangan akses internet berbulan-bulan diperlukan untuk memadamkan keresahan atas penarikan otonomi daerah. Meskipun terjadi penutupan, banyak penduduk menggunakan VPN untuk menghindari pembatasan.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement