Jumat 13 Mar 2020 05:12 WIB
Mendaras Supersemar

Tiga Jenderal di Balik Selembar Supersemar

Tiga jenderal datang ke Istana Bogor guna meyakinkan Soekarno mengeluarkan Supersemar

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Karta Raharja Ucu
Naskah Supersemar(IST)
Foto:

Selain M Jusuf, keluarnya Supersemar juga tidak lepas dari peran Jenderal TNI anumerta Basoeki Rachmat. Kala itu Basoeki menjabat Menteri Urusan Veteran dan Demobilisasi RI. Basoeki juga menjadi orang tertua di antara dua jenderal lainnya yang menghadap ke Bogor.

Ia menjelaskan tujuan menghadap sang presiden sesuai petunjuk dari Soeharto. Mereka juga meyakinkan Soekarno agar tidak terpengaruh oleh situasi di Istana Merdeka pada pagi hari itu. Di samping itu, ia meyakinkan Bung Karno agar tidak merasa diasingkan atau ditinggalkan Angkatan Darat.

Sementara itu, Kemal Idris, yang pada saat itu menjadi Kepala Staf Kostrad, mengungkap surat yang dititipi Soeharto melalui tiga jenderal itu berisi bahwa Soeharto tidak akan bertanggung jawab terhadap keamanan apabila tidak diberi perintah tertulis dari Soekarno. Saat itu Soekarno didampingi Letkol (Purn) TNI-AD Ali Ebram, yang merupakan staf asisten I Cakrabirawa.

Ali Ebram, seperti dinukilkan dalam buku berjudul Misteri Supersemar karya Eros Djarot, mengungkapkan adanya tekanan terhadap Soekarno saat negosiasi atas surat perintah itu berlangsung. Misalnya, saat Amirmachmud mengatakan, "Sudah, Bapak bikin saja," kepada Soekarno.

Menurut kesaksian Ali Ebram, ia dipanggil Brigjen Sabur dan diperintah untuk membawa mesin ketik sekaligus mencari kertas berkop kepresidenan. Ali juga yang mengetik setiap kalimat yang diucapkan Bung Karno. Dua lembar hasil ketikan itu kemudian dibawa Bung Karno kepada ketiga jenderal itu.

Waperdam I Dr Soebandrio, yang termasuk penasihat politik Soekarno, juga berperan dalam lahirnya Supersemar ini. Saat itu, ia diminta Soekarno untuk membaca dan meneliti naskah ketikan sebanyak dua lembar tersebut. Hasilnya kemudian diberikan kepada Sabur untuk diketik kembali.

Namun, meski draf Supersemar kala itu telah diketik, berdasarkan pernyataan Amirmachmud, Bung Karno masih ragu untuk menandatanganinya. Di sisi lain, naskah Supersemar itu hingga kini masih menjadi misteri.

Dalam bukunya, Kemal Idris Bertarung Dalam Revolusi, Kemal mengungkapkan bahwa ia sempat membaca surat itu. Isinya memberikan kekuasaan kepada Soeharto untuk bertindak mengamankan situasi. Setelah tugas dilaksanakan, kekuasaan dikembalikan kepada Bung Karno sebagai presiden RI.

Hal ini juga dibenarkan Soebandrio. Ia mengungkap adanya poin yang antara lain menyebut kata "dikembalikan". Namun, faktanya, Soeharto justru melakukan penyimpangan. Selain tidak mengembalikan kekuasaan, Soeharto juga tidak melapor kepada Soekarno sebagaimana perintah dalam naskah Supersemar.

Bahkan, Soeharto melangkahi Bung Karno dengan membubarkan PKI. Di samping itu, ia menyulap Tap MPRS untuk memuluskan jalannya menduduki kursi presiden.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement