Rabu 11 Mar 2020 20:37 WIB

Polisi Surabaya Sita Tujuh Juta Pil Koplo dari 10 Pengedar

Sepuluh pengedar pil koplo dan barang haram lain ditangkap sejak Februari.

Ilustrasi.
Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho
Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya mengamankan obat psikotropika jenis pil koplo sebanyak tujuh juta butir. Barang haram itu didapatkan setelah meringkus jaringan pengedarnya selama bulan Februari hingga pertengahan Maret 2020.

Kepala Polrestabes Surabaya Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Sandi Nugroho di Surabaya, Rabu (11/3) mengatakan pihaknya juga meringkus 10 orang pengedarnya, masing-masing berinisial VR, FN, BD, HN, CN, JN, AS, GG, MN dan DK.

"Sebanyak 10 orang pengedar ini kami tangkap di berbagai tempat berbeda. Ada yang ditangkap di Surabaya, Kabupaten Kediri, Jawa Timur;Blora, Jawa Tengah, dan Jakarta," katanya kepada wartawan di Surabaya.

Sandi memaparkan pengungkapan kasus peredaran pil koplo ini berawal dari penangkapan pengedar berinisial VR di kawasan Tambaksari, Surabaya, dengan barang bukti 3,6 juta butir pil koplo jenis LL atau "doublel".

Selanjutnya menangkap FN dan AS di wilayah Surabaya lainnya dengan barang bukti 68 ribu butir pil jenis serupa.

Setelah mengembangkan penyelidikan, polisi meringkus pengedar berinisial MN dan DK di Kabupaten Kediri, dengan barang bukti 2,4 juta pil koplo, selain juga mengamankan 20,14 gram narkoba jenis sabu-sabu dan tiga butir pil ekstasi.

Tak lama kemudian dilakukan penangkapan terhadap pengedar berinisial BD di kawasan Dukuh Kupang Barat Surabaya, serta HN di Blora Jawa Tengah, dengan barang bukti satu juta butir pil koplo "doublel".

Terakhir, polisi meringkus seorang ibu rumah tangga berinisial CN dan putranya JN di Kelapa Gading, Jakarta.

"Pelaku ibu dan anak ini merupakan kaki tangan sindikat jaringan peredaran jutaan butir pil koplo, yang menurut informasi dikendalikan oleh seorang narapidana di sebuah lembaga pemasyarakatan wilayah Jawa Timur berinisial AB," ucap Kapolrestabes Sandi.

Polisi masih terus mengembangkan penyelidikan perkara ini. Para pelaku dijerat Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement