Selasa 10 Mar 2020 07:22 WIB

Walhi Tolak Penambangan Pasir Pesisir Lampung

Penambangan pasir telah menghilangkan wilayah tangkap ikan nelayan.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Ratna Puspita
Ilustrasi aktivitas penambangan pasir
Foto: Antara/Darwin Fatir
Ilustrasi aktivitas penambangan pasir

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Lampung menolak dan mengecam kegiatan penambangan pasir laut yang dilakukan PT Sejati 555 Sampurna Nuswantara (SSN) di pesisir laut Kabupaten Lampung Timur, Lampung, belakangan ini. Kegiatan tersebut telah menghilangkan wilayah tangkap ikan nelayan dan merusak ekosistem laut.

Direktur Walhi Lampung Irfan Tri Musri mengatakan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung harus segera menghentikan aktivitas penambangan pasir laut di pesisir kabupaten tersebut. Apalagi, aktivitas penambangan pasir yang di lakukan PT SSN mendapat penolakan warga nelayan setempat. 

Baca Juga

“Masyarakat nelayan tidak mau penambangan pasir laut menghilangkan wilayah tangkap ikan nelayan,” kata Irfan Tri Musri dalam keterangan persnya, Senin (9/3).

Ia mengatakan, masyarakat menolak penambangan pasir dengan melampiaskan dengan membakar kapal milik perusahaan tersebut pada Sabtu (7/3). Menurut Walhi, hal tersebut merupakan bentuk kekecewaan dan penolakan masyarakat terhadap upaya eksploitasi pasir laut oleh perusahaan. 

Masyarakat nelayan hanya ingin mempertahankan dan melestarikan wilayah tangkap ikan agar tidak rusak dan hilang. Berdasarkan catatan Walhi Lampung, pada 11 Agustus 2016 masyarakat pesisir perairan syahbandar, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, juga pernah melakukan penyanderaan terhadap kapal milik PT SSN yang akan melakukan eksploitasi pasir laut.

Kedua kejadian tersebut, merupakan bentuk penolakan masyarakat, dan merupakan protes kepada Pemprov Lampung yang telah menerbitkan Izin Usaha Pertambangan-Operasi Produksi (IUP-OP) di wilayah tangkap nelayan sejak 2015. Walhi menilai,  Pemprov Lampung telah cacat administrasi dalam penerbitan izin tersebut. 

Walhi juga menilai Pemprov Lampung mengabaikan partisipasi masyarakat, dalam proses pembahasan Amdal yang dilaksanakan oleh Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Lampung pada tahun 2015. Penolakan masyarakat tersebut karena perusahaan itu diberikan izin pertambangan ke depan akan merusak wilayah tangkap nelayan pesisir Kabupaten Lampung Timur.

Wilayah itu akan merusak ekosistem budidaya kepiting rajungan dan berpotensi menenggelamkan Pulau Sekopong. Walhi menyatakan, Pemprov Lampung segera bertindak tegas, dan mendengarkan aspirasi rakyatnya dan bersikap yang prorakyat. 

Pemprov harus segera melakukan pencabutan seluruh izin pertambangan pasir laut. Bukan hanya di Kabupaten Lampung Timur, tapi semua izin pertambangan pasir laut di Provinsi Lampung yang dapat merusak ekosistem dan merugikan nelayan serta masyarakat sekitarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement