Senin 09 Mar 2020 17:13 WIB

Harga Gula dan Bawang Putih Bertahan Tinggi

Kenaikan harga komoditas diduga karena stok yang sedikit.

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Indira Rezkisari
Gula pasir merupakan salah satu komoditas yang harganya sedang tinggi di pasaran.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Gula pasir merupakan salah satu komoditas yang harganya sedang tinggi di pasaran.

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Harga kebutuhan pokok di sejumlah pasar tradisional di Kabupaten Banyumas, masih bertahan tinggi. Terutama jenis bumbu-bumbuan, seperti bawang putih. Gula pasir juga masih terus mengalami kenaikan.

Dari pantauan di Pasar Wage yang merupakan salah satu pasar induk di Kabupaten Banyumas, harga bawang putih hingga saat ini masih bertahan di tingkat harga Rp 52 ribu per kg. ''Sebelumnya, sempat mencapai di atas Rp 70 ribu per kg. Tapi kemudian turun sampai Rp 45 ribu dan sekarang mulai naik lagi,'' jelas Yuni (43), seorang pedagang di Pasar Wage, Senin (9/3).

Baca Juga

Dia menyebutkan, pada kondisi normal harga bawang putih pada kisaran Rp 35 ribu per kg. ''Kenaikan harga ini sudah dari pemasoknya. Katanya, karena stoknya sudah makin sedikit,'' jelasnya.

Demikian juga dengan gula pasir, di pasar ini harga sudah mencapai Rp 18 ribu per kg. Sementara harga normalnya, sekitar Rp 12 ribu per kg.

''Kenaikan terjadi sejak pertengahan Februari 2020. Sejak itu, harga gula pasir terus mengalami kenaikan sampai harga sekarang ini,'' katanya.

Terkait kenaikan harga gula pasir, Kepala Bulog Cabang Banyumas Deni Satrio menyebutkan, pihaknya juga sudah tidak lagi menjual gula pasir di gerai Bulog-Mart. Alasannya sudah tidak ada pasokan gula dari Bulog Pusat.

''Dalam pengelolaan komoditi gula pasir, Bulog sifatnya hanya penugasan. Berbeda dengan beras,'' jelasnya.

Anggota Komisi VI DPR Siti Mukaromah, mengakui harga gula pasir saat ini memang sedang mengalami kenaikan. ''Kami juga mendapat informasi, pemerintah berencana untuk mengimpor gula pasir dalam waktu dekat. Mudah-mudahan, hal ini bisa kembali menormalkan harga gula,'' jelasnya.

Meski demikian dia juga menyebutkan, dalam kebijakan impor gula pasir tersebut, pemerintah benar-benar menghitung kebutuhan gula pasir secara nasional, dan stok beras yang ada di masyarakat. Termasuk juga gula pasir yang dimiliki petani tebu.

''Kalau memang dinilai harus impor karena stok tidak cukup dan harga melonjak semakin tinggi, silakan impor. Tapi prinsipnya, harus dihitung secara cermat kondisi stok dan kebutuhan masyarakat. Jangan sampai masyarakat menjadi terlalu berat karena harga terlalu tinggi, tapi juga jangan sampai petani tebu dirugikan,'' jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement