Jumat 06 Mar 2020 11:02 WIB

Pasar Properti Asia Pasifik akan Rebound Semester II 2020

Covid-19 akan 'memukul' pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di seluruh Asia

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Pengerjaan proyek properti di kawasan Kuningan, Jakarta.
Foto: Republika/Adhi Wicaksono
Pengerjaan proyek properti di kawasan Kuningan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG – Pasar real estate di wilayah Asia Pasifik terpukul keras oleh wabah virus corona atau Covid-19. Tapi, pasar siap rebound pada paruh kedua tahun 2020. Optimisme ini disampaikan dalam laporan baru dari layanan global real estat komersial dan perusahaan manajemen investasi, Colliers International yang dirilis Rabu (4/3).

Direktur Eksekutif Penelitian Colliers International di Asia, Andrew Haskins, mengatakan bahwa Covid-19 akan 'memukul' pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di seluruh Asia pada paruh pertama 2020.

Baca Juga

Tekanan ekonomi yang diciptakan Covid-19 pada paruh pertama dikombinasikan dengan pembatalan acara, larangan bepergian dan sistem kerja dari rumah yang diberlakukan. Haskins mengatakan, kondisi tersebut menyebabkan berkurangnya aktivitas penyewaan kantor di semester pertama di banyak pasar.

Sebagai dampaknya, penjualan properti investasi akan melemah. "Namun demikian, jika wabah memuncak di H1 (half first/ semester pertama), kami memperkirakan pemulihan cepat dalam sentimen di H2 (half second/ semester kedua)," ujar Haskins, seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Kamis (5/3).

Sentimen kepada Covid-19 bergantung pada masing-masing negara. Haskins mengatakan, untuk daratan China, banyak pemilik properti yang memiliki ekspektasi positif di tahun ini. Hanya 29 persen dari 700 ‘tuan tanah’ yang memproyeksikan penurunan aktivitas bisnis.

Tapi, beberapa sektor seperti belanja online, pendidikan online, game online dan layanan kesehatan hanya sedikit terpengaruh. Bahkan, Haskins melihat, sektor-sektor ini berpotensi meningkatkan penjualan di tengah penyebaran virus Covid-19. Sebab, layanan online dan kesehatan tetap dibutuhkan.

Sementara itu, di Hong Kong, properti cenderung sulit tumbuh mengingat perlambatan yang sudah terjadi pada industri sejak beberapa waktu lalu. Tapi, Haskins mengatakan, ini merupakan saat tepat bagi industri utnuk berbenah dengan menawarkan biaya sewa yang lebih rendah. Khususnya untuk perkantoran yang diprediksi mengalami kontraksi permintaan sewa hingga delapan persen pada tahun ini.

Optimisme besar terjadi di Singapura. Haskins menjelaskan, respon kebijakan pemerintah Singapura yang kuat terhadap Covid-19 telah menanamkan kepercayaan pada investor dan wisatawan. "Ini memperkuat status safe haven mereka, meskipun masih ada dampak jangka pendek di sektor perhotelan dan ritel," tuturnya.

Di Jepang, Covid-19 telah mengurangi risk appetite (keinginan untuk mengambil risiko) yang berdampak pada penurunan investasi baru. Tapi, Haskins menyebutkan, perkantoran di Tokyo masih menawarkan nilai bagus dengan imbal hasil tinggi dibandingkan obligasi tanpa imbal hasil.

Dari negara-negara di kawasan, Australia merupakan pasat investasi regional yang paling sedikit terpengaruh oleh Covid-19. Sebab, Australia masih dipandang sebagia negara yang bersih, sadar gaya hidup sehat dan memiliki sistem kesehatan terkemuka di dunia.

Pertumbuhan pendapatan dari sewa masih berkontribusi besar terhadap pertumbuhan nilai modal di properti kantor dan industri. "Secara keseluruhan, Australia masih menyajikan peluang pertumbuhan jangka menengah yang semakin sulit didapatkan di negara lain," kata Haskins.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement