Kamis 05 Mar 2020 14:53 WIB

PHRI Sebut Okupansi Hotel Turun Jadi 20 Persen

PHRI mendorong kepala daerah yang jadi tujuan wisata turut memberi stimulus.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolandha
Pemandangan wisata Batu Sindu di kawasan Tanjung Senubing, Bunguran Timur, Natuna, Kepulauan Riau, Minggu (16/2). Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyatakan, telah terdapat penurunan okupansi akibat sentimen negatif dari wabah virus corona baru (Covid-19).
Foto: MUHAMMAD ADIMAJA/ANTARA FOTO
Pemandangan wisata Batu Sindu di kawasan Tanjung Senubing, Bunguran Timur, Natuna, Kepulauan Riau, Minggu (16/2). Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyatakan, telah terdapat penurunan okupansi akibat sentimen negatif dari wabah virus corona baru (Covid-19).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyatakan, telah terdapat penurunan okupansi akibat sentimen negatif dari wabah virus corona baru (Covid-19). Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran menegaskan, tingkat okupansi hotel saat ini rata-rata hanya sekitar 20 persen.

Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusran, mengatakan situasi pelesuan okupansi perhotelan terjadi hampir serentak di seluruh wilayah Indonesia. "Corona ini cukup besar pengaruhnya, drop drastis sampai ke level 20 persen (okupansi). Ini berdampak sampai ke luar Jawa," kata Maulana di Jakarta, Kamis (5/3).

Baca Juga

Menurut Maulana, dengan rata-rata angka okupansi tersebut, menunjukkan penurunan sekitar 50 persen. Dengan kata lain, dalam situasi normal seharusnya tingkat okupansi hotel sekitar 40 persen. Ia pun menuturkan, turunnya okupansi hotel tidak lepas dari menurunnya penumpang pesawat.

"Ini berbahaya. Sebab imbasnya bukan cuma hotel, tapi maskapai juga. Harus diselamatkan dan harus benar-benar ada kebijakan yang pasti," tuturnya.

Lebih lanjut, Maulana menjelaskan, objek utama yang menghidupkan industri perhotelan maupun pariwisata adalah turis lokal. Semakin banyak turis lokal yang datang, akan semakin besar pula pajak hotel dan restoran yang bisa disetorkan kepada pemerintah.

Oleh sebab itu, PHRI pun mendorong agar setiap kepala daerah yang daerahnya menjadi destinasi pariwisata ikut memberikan stimulus. Sebab, industri pariwisata, termasuk hotel dan restoran membutuhkan dukungan konkret dari pemerintah daerah tempat mereka beroperasi.

Ia menuturkan, terdapat dua fase dalam kasus corona yang saat ini terjadi. Fase pertama yakni sebelum Indonesia diklaim terpapar Covid-19 dan fase kedua saat telah terpapar. Saat ini, Indonesia sudah memasuki fase kedua.

Saat memasuki fase kedua, pemerintah harus melakukan sosialisasi dan edukasi secara masif kepada masyarakat untuk memastikan situasi kembali normal. Namun, Maulana menekankan bahwa pemerintah harus memprioritaskan wisatawan dalam negeri karena potensinya yang besar.  

PHRI sendiri, kata dia, telah menerbitkan protokol Covid-19 khusus untuk hotel dan restoran dan telah disampaikan ke seluruh anggota. Protokol itu diperlukan agar masing-masing pengelola bisa menyiapkan pelayanan yang sesuai saat menyambut para tamu namun tetap memperhatikan standar layanan hotel.

Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama Kusubandio, mengatakan, pemerintah untuk sementara tidak melakukan promosi dan menerapkan insentif untuk mendorong kedatangan wisatawan asing dari beberapa negara tertentu yang terpapar Covid-19.

Namun, insentif  untuk wisatawan lokal, seperti misalnya diskon tiket pesawat terbang sebesar 50 persen tetap akan berlaku. Selain itu, ia menyebut bahwa insentif pajak hotel dan restoran agar dibebaskan tetap akan dilakukan dengan kerja sama pemerintah daerah.

"Insentif berupa bebas pajak hotel dan restoran tetap (berlaku) selama enam bulan. Pemerintah daerah semua mendukung langkah pemerintah pusat," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement