Kamis 05 Mar 2020 11:14 WIB

Saat Wanita Menyampaikan Aspirasinya

Wanita bisa merespons permasalahan di masyarakat.

Saat Wanita Menyampaikan Aspirasinya. Foto: Wanita karier
Foto: Republika/Musiron
Saat Wanita Menyampaikan Aspirasinya. Foto: Wanita karier

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara terus berlangsung. Tak jarang diiringi dengan persoalan, seperti merebaknya korupsi, melambungnya harga, kebijakan pemerintah, dan persoalan lainnya. Anggota masyarakat, termasuk perempuan merespons permasalahan-permasalahan yang mengemuka itu.

Banyak cara yang digunakan. Melalui media massa, pembuatan opini, dan ada juga yang memilih turun ke jalan berunjuk rasa. Dalam konteks ini, perempuan pun ikut serta, mereka menyampaikan pandangan dan aspirasinya. Menurut cendekiawan Abd al-Qadir Manshur, agama Islam menjamin hak perempuan menyampaikan pendapatnya.

Termasuk menyampaikan masukan ataupun kritikan terhadap penguasa negeri. Dalam bukunya Fikih Wanita, Manshur menegaskan, tak tertutup kemungkinan mereka mengingatkan penguasa jika melakukan kesalahan dalam kebijakan yang mereka ambil. Masukan dan pendapat itu bertujuan untuk meluruskan,” kata dia.

Sejak berabad silam, Rasulullah telah memberikan tuntunan. Siapa pun memiliki kewajiban mengingatkan pemimpinnya. Demikian tertera dalam Majma al-Zawa'id yang memaparkan riwayat dari Umar al-Laitsi. Ketika itu dia bertanya kepada Nabi Muhammad  SAW.  "Jihad apa yang terbaik, ya Rasul?”

Beliau lalu bersabda, "Berkata benar di hadapan pemimpin yang zalim.” Meminta saran dan pendapat dan saran dari kaum perempuan juga sangat dianjurkan oleh Rasulullah. Tentunya, pada masalah-masalah yang melibatkan pengalaman mereka. Dalam soal ini, Zaitunah Subhan juga menyampaikan pandangannya.

Penulis buku Menggagas Fikih Pemberdayaan Perempuan ini, menyatakan, pendapat dan aspirasi kaum perempuan pada urusan kebijakan publik tidak bisa lagi dikesampingkan. Ini sangat penting agar kepentingan, kebutuhan, ataupun aspirasi kaum wanita dapat terakomodasi,” katanya menegaskan.

Ia mengajukan beberapa alasan untuk mendukung pandangannya ini. Pertama, populasi kaum perempuan di suatu negara cukup besar bahkan di beberapa negara, jumlahnya bisa mencapai separuh penduduk. Kedua, perempuan merupakan mitra kaum laki-laki sekaligus juga sebagai subjek pembangunan negara dan bangsa.

Oleh karena itu, sambung Zaitunah, kaum wanita hendaknya terlibat secara aktif dalam berbagai kebijakan publik. Tak hanya yang menyangkut masalah-masalah seputar kaum perempuan, tetapi juga pada bidang-bidang lainnya. Pada jenjang yang lebih tinggi, keterlibatan pada ranah politik menjadi niscaya bila bicara spektrum negara.

Menurut Zaitunah, pada lingkup ini hak politik kaum perempuan masuk pada domain kewajiban dan tanggung jawab selaku warga negara. Sehingga, perempuan punya hak  menyatakan pendapat. Jadi, partisipasi kaum wanita pada ranah publik penting untuk menentukan arah kebijakan,” tuturnya.

Agama Islam, jelas Syekh Yusuf al-Qaradhawi, sejatinya memberikan tempat terhormat bagi perempuan dalam kapasitasnya sebagai manusia, anak, istri, ibu, dan anggota masyarakat. Melalui bukunya yang terkenal, Fatwa-Fatwa Kontemporer, perempuan adalah setengah dari masyarakat.

Akan tetapi, kenyataannya, andil dan peran wanita sudah lebih dari setengah dalam memberikan warna serta kontribusi bagi masyarakatnya. Surah at-Taubah ayat 71 menyebutkan, Dan orang-orang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat.”

Al-Qaradhawi mengharapkan, kaum Muslim dan Muslimah bersama-sama berusaha menunjukkan kebenaran, juga mengajak masyarakat untuk beramar makruf nahi munkar. Dan, barang siapa membaca dan memahami Alquran, tegas dia, akan menemukan posisi perempuan ataupun peran aktif mereka dalam mengajak manusia menuju keimanan.

Sederet tokoh Muslimah yang patut menjadi teladan, antara lain, Siti Hawa, Siti Khadijah, dan masih banyak tokoh perempuan lainnya. Semua itu, jelas al-Qaradhawi, menunjukkan bahwa perempuan tak bisa diabaikan dalam andil dan partisipasi pada lingkup agama, negara, dan bangsa.

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement