Rabu 04 Mar 2020 16:57 WIB

Politisi Nasdem: Cabut RUU Ketahanan Keluarga dari Prolegnas

Menurut politkus Nasdem, RUU Ketahanan Keluarga tidak perlu ada lantaran terlalu masuk ke ruang privat.

Ilustrasi Keluarga. Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menegaskan bahwa DPR harus segera memastikan pencabutan Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.
Foto: Foto : MgRol_93
Ilustrasi Keluarga. Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menegaskan bahwa DPR harus segera memastikan pencabutan Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menegaskan bahwa DPR harus segera memastikan pencabutan Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. Politikus Partai Nasdem itu menyatakan banyak pasal dalam RUU Ketahanan Keluarga yang melanggar hak asasi manusia.

"Sehingga, perlu dipikirkan cara-cara konstitusional untuk mencabut RUU ini dari Prolegnas Prioritas 2020," kata Lestari dalam keterangan tertulisnya, Rabu (4/3).

Baca Juga

Menurut Lestari, RUU Ketahanan Keluarga tidak perlu ada lantaran terlalu masuk ke ruang privat. Ia mengatakan bahwa pandangan tersebut senada dengan para peserta diskusi tentang RUU Ketahanan Keluarga yang dilaksanakan di rumah dinasnya, Jakarta, Selasa (3/3).

Diskusi dalam rangka mendengarkan aspirasi masyarakat itu dihadiri, antara lain anggota Ombudsman Ninik Rahayu dan aktivis perempuan Tunggal Pawestri. Dalam diskusi tersebut, peserta menilai bahwa RUU inisiatif anggota DPR itu perlu dikaji lebih mendalam sebab sangat kontradiktif.

Karena itu, para perempuan dinilai harus bersatu, bergandeng tangan untuk bersuara bahwa RUU itu bentuk diskriminasi terhadap kaum perempuan. Anggota Ombudsman Ninik Rahayu mengatakan bahwa melalui RUU tersebut, kaum perempuan seakan diajak mundur ke zaman R.A. Kartini.

"RUU ini produk hukum politik yang sangat eksklusif," kata Ninik Rahayu.

Ninik pun mengajak kepada semua pihak untuk bergandeng tangan guna mengevaluasi RUU dengan saksama. "Meskipun bendera politik kita berbeda, kita terus berkomunikasi agar kita tidak terus mundur ke belakang," ucapnya.

Sementara itu, aktivis perempuan Tunggal Pawestri mengatakan bahwa seluruh pasal dalam RUU tersebut bermasalah dan tidak relevan. Naskah akademiknya juga dianggap kacau. Menurut dia, RUU tersebut nantinya dapat memunculkan stigma bahwa kaum perempuan tidak kredibel dalam membina kehidupan rumah tangga.

Ia lantas memberikan contoh tentang ibu rumah tangga yang bekerja sebagai TKI di luar negeri dan meninggalkan anak-anaknya yang masih kecil. Mengacu draf pasal dan ayat dalam RUU tersebut, kata Pawestri, TKI itu bisa dimasukkan dalam katagori ibu yang tidak ideal dan tidak kapabel mengurus rumah tangga.

"RUU yang seharusnya direncanakan untuk memperbaiki masalah, malah berlaku sebaliknya," kata Pawestri.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement