Selasa 03 Mar 2020 06:46 WIB

Kementerian BUMN Sudah Siapkan Skema Pembayaran Dana Nasabah Jiwasraya

Para nasabah Jiwasraya terus menanti realisasi pembayaran dana.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Nidia Zuraya
Warga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019).
Foto: Antara/Galih Pradipta
Warga melintas di depan kantor Asuransi Jiwasraya di Jalan Juanda, Jakarta, Rabu (11/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyampaikan telah mempersiapkan skema penyelamatan dan juga pembayaran dana nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Rencananya, pembayaran dana nasabah Jiwasraya dilakukan secara bertahap mulai akhir Maret.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan finalisasi skema pembayaran memerlukan persetujuan panitia kerja (Panja) DPR. "Untuk Jiwasraya, kita sudah siapkan skema, duit sudah siap. Skema penyelesaian harus disepakati bersama, termasuk (skema pembayaran) itu juga di dalamnya," ujar Arya di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (2/3).

Baca Juga

Arya menyampaikan Kementerian BUMN, manajemen Jiwasraya, dan Panja masih akan berdiskusi lebih lanjut mengenai skema pembayaran dan penyehatan Jiwasraya. "Kalau pembayaran mereka sepakat, tapi skemanya kan ada tahapan-tahapan," ucap Arya.

Arya menambahkan salah satu upaya penyehatan Jiwasraya ialah dengan membentuk holding asuransi. Untuk pembentukan holding asuransi, kata Arya, sedikit berbeda lantaran tidak memerlukan persetujuan DPR. Arya menyebut pembentukan holding asuransi dalam waktu dekat merupakan bagian dari transformasi agar mampu mengawasi investasi BUMN.

"Yang membuat jatuhnya Jiwasraya di investasi makanya kita buat holding asuransi. Kalau seperti swasta mereka kalau investasi harus ada persetujuan dari atas baru mereka boleh investasi. Di kita (BUMN) nggak ada. Makanya kita jadikan holding," kata Arya.

Para nasabah Jiwasraya terus menanti realisasi pembayaran dana. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sedang mematangkan sejumlah opsi penyelamatan untuk PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Dari sejumlah rapat yang dilakukan bersama jajaran Panitia Kerja DPR RI, terdapat tiga opsi penyelamatan Jiwasraya mulai dari bail out, bail in, dan likuidasi yang akan diputuskan pada akhir Maret 2020.

Salah satu nasabah Jiwasraya, Machril, mempertanyakan munculnya opsi likuidasi. Ia tidak sependapat dengan opsi tersebut melihat aset Jiwasraya yang hanya sebesar Rp 2 triliun atau jauh lebih kecil dibandingkan tunggakan yang harus dibayarkan kepada nasabah.

"Kalau kita lihat kenapa likuidasi tiba-tiba muncul. Itu juga belum jelas. Pada prinsipnya nasabah uangnya dikembalikan secepatnya," ujar Machril saat dihubungi //Republika// di Jakarta, Senin (2/3).

Machril khawatir opsi likuidasi justru akan merugikan nasabah dengan tidak dibayarkan dana milik nasabah. Kata Machril, para nasabah cenderung lebih cocok dengan opsi bail in yang dilakukan melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) ke induk usaha BUMN asuransi yakni PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero). Ia berharap pemerintah bisa memastikan kucuran PMN dapat dioptimalkan dengan baik, demi memperbaiki kinerja Jiwasraya dan membayar tunggakan ke nasabah.

"Kami lebih memilih opsi PMN daripada likuidasi meski harus menunggu 2021, tapi kami inginnya agar solusi ini lebih cepat," ucap Machril.

Machril juga menyoroti peran OJK yang harus bertanggung jawab dalam persoalan Jiwasraya. Machril menilai OJK tidak menjalankan perannya dengan baik sehingga Jiwasraya justru dalam kondisi sulit.

"Nasabah kecewa berat karena OJK dibiayai pajak rakyat, kita diajak ikut Saving Plan dengan janji ini BUMN yang dikontrol OJK bakal aman karena milik negara. Kita dikasih iming-iming, nyatanya tidak bekerja," lanjut Machril.

Machril mengatakan kasus gagal bayar Jiwasraya tak lepas dari lemahnya pengawasan OJK selama bertahun-tahun. Ia menilai kasus gagal bayar Jiwasraya tak akan terjadi apabila OJK melakukan tugasnya dengan benar.

"Kalau pengawasan yang dilakukan OJK benar tidak akan terjadi seperti ini. Bahkan pada 2016 BPK pernah melaporkan ada yang salah dengan Jiwasraya. Kalau saat itu ditindaklanjuti dengan benar harusnya tidak akan seperti sekarang," kata Machril.

Seperti yang diketahui, terdapat 4 masalah utama yang menjadi faktor Jiwasraya mengalami gagal bayar terhadap hak nasabah.

Pertama, kesalahan pembentukkan harga (mispricing) di dalam penerbitan produk tradisional dengan bunga 14 persen net dan produk JS Savings Plan yang memiliki bunga pasti di antara 9-13 persen.

Kedua, lemahnya prinsip kehati-hatian dan pengawasan OJK dalam berinvestasi di mana Jiwasraya banyak melakukan investasi-investasi pada high risk asset untuk mengejar high return.

Ketiga, adanya rekayasa laporan keuangan (window dressing) demi menutupi kondisi defisit ekuitas Jiwasraya yang sebenarnya, akibat kerugian atas investasi dan pelanggaran prinsip Good Corporate Governance (GCG). Rekayasa laporan keuangan ini berjalan selama bertahun-tahun tanpa disadari oleh pengawas meskipun tiap tiga bulan sekali perusahaan asuransi wajib melaporkannya.

Keempat, adanya tekanan likuiditas dari produk Savings Plan lantaran nasabah mulai menarik investasinya karena mulai menaruh curiga dengan imbal hasil yang dijanjikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement