Selasa 18 Feb 2020 12:59 WIB

Syekh Mas'ud, Ulama Fiqih dari Cilacap (2)

Syekh Mas'ud dari Cilacap mampu menghasilkan keputusan hukum berkualitas tinggi.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Syekh Masud, Ulama Fiqih daridari Cilacap.
Foto: pcnucilacap.com
Syekh Masud, Ulama Fiqih daridari Cilacap.

REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Selain mendirikan madrasah, Kiai Mas’ud juga mendirikan Pondok Pesantren Al-Barokah Salafiyyah pada 1967. Ia mendirikan pesantren tersebut untuk menampung masyarakat yang ingin belajar agama Islam secara mendalam. Pesantren ini dibangun di atas tanah milik keluarganya yang masih kosong.

Dari tahun ke tahun santrinya terus bertambah, tidak hanya berasal dari Kabupaten Cilacap saja, akan tetapi ada yang datang dari luar daerah. Rata-rata dari mereka belajar di pondok pesantren Al-Barokah karena ingin mempelajari ilmu fikih, suatu disiplin ilmu agama yang dikuasai Kiai Mas’ud.

Baca Juga

Selain mendirikan pesantren, Kiai Mas'ud juga mendirikan Pendidikan Guru Agama (PGA) pada 1969 Masehi. Namun, PGA yang didirikan oleh Yayasan Nurul Huda ini kurang mendapat respon dari masyarakat. Jumlah murid tidak terlalu banyak karena pada saat itu masyarakat kurang antusias untuk menjadi guru agama.

Pada 1975, PGA diubah menjadi Madrasah Tsanawiyyah karena kurang mendapat respon positif. Namun, masyarakat masih lebih untuk memilih sekolah yang berbasis umum. Akhirnya pada 1977, MTs tersebut diubah lagi menjadi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Sultan Agung, sehingga jumlah murid pun mulai mengalami peningkatan.

Di samping itu, Kiai Mas’ud juga berperan dalam proses berdirinya Sekolah Menengah Atas (SMA) Jendral Ahmad Yani, satu-satunya sekolah tingkat menengah atas yang ada di Kecamatan Kawunganten saat itu, dan tetap berdiri kokoh sampai sekarang.

Selain pendidikan formal, Kiai Mas’ud juga memiliki jamaah pengajian sebagai media dakwah bagi masyarakat. Namun, saat mengisi pengajian ia tidak terlalu banyak memberikan ceramah, tapi lebih banyak meluangkan waktu pengajian tersebut untuk tanya jawab dalam masalah Akidah, fikih, akhlak, dan tafsir.

Mengabdi lewat NU

Setelah menetap beberapa tahun di Kecamatan Kawunganten, Kiai Mas’ud mulai berperan dan mengabdi di Organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Dengan ilmu fiqih dimilikinya, dia pun aktif di forum Bahtsul Masail. Ia bahkan menjadi tumpuan bagi para kiai yang menjadi peserta Bahtsul Masail tersebut.

Kiai Mas’ud kemudian diangkat menjadi Rais Suriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Cabang Kabupaten Cilacap. Sejak berkiprah di NU, pengaruh Kiai Mas’ud pun bertambah besar hingga ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

Dalam buku “Kiai Nyentrik Membela Pemerintah” yang ditulis KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Syekh Mas’ud digambarkan sebagai seorang kiai yang mencintai secara mendalam tradisi ke-kitab-an kaum pesantren, sekaligus pemburu kitab bermutu tinggi karya para kiai yang belum sempat diterbitkan.

Syekh Mas’ud memang dikenal dekat dengan Gus Dur, terutama setelah ia membawa karya Syekh Ihsan Jampes kepada Gus Dur untuk diterbitkan. Gus Dur pun mengakui kealiman Kiai Masud. Menurut Gus Dur, Kiai Mas’ud bukanlah sembarang kiai, karena pengetahuannya di bidang hukum agama sangat dalam.

Tidak hanya itu, Syekh Mas’ud juga dianggap Gus Dur sebagai kiai sangat menguasai peralatan untuk mengambil keputusan hukum fiqih, berupa teori hukum (usul fiqh) dan pedoman hukum (qawa’id fikih).

Menurut Gus Dur, kedua alat itu memang harus dikuasai sempurna jika ingin menghasilkan keputusan-keputusan hukum agama yang berkualitas tinggi. Karena itu, Gus Dur memberikan gelar kepada Kiai Mas’ud sebagai seorang Syekh.

Sementara itu, pemikiran dari Syekh Mas’ud tertuang dalam beberapa tulisannya yang ia tulis saat menjadi pengasuh pesantren dan pengajian rutin hari Ahad. Tulisan-tulisan itu biasanya dibuat Syekh Mas’ud setelah mengadakan pengajian rutin atau setelah mengahadiri acara Bahtsul Masail.

Pertanyaan-pertanyaan dari jamaah pengajian yang telah ia jawab kemudian ditulisnya dalam sebuah buku. Karena itu, tulisannya sebagian besar berisi jawaban atas permasalahan hukum Islam. Namun, tidak jarang juga tulisannya yang membahas masalah lain, seperti tafsir, tauhid, akhlak dan sebagainya.

Pada 5 Maret 1994, Syekh Mas’ud menghembuskan nafas terahirnya pada usia 68 tahun. Syekh Mas’ud dimakamkan di kompleks Pesantren Al Barokah untuk mempermudah masyarakat berziarah. Hingga saat ini, makamnya masih banyak diziarahi masyarakat sekitar dan dari luar daerah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement