Senin 03 Feb 2020 13:30 WIB

Saat Vape di Indonesia Mulai Diharamkan

Vape dinilai membahayakan diri dan orang lain yang terkena paparan uap e-cigarette.

Rep: Achmad Syalabi Ichsan/ Red: Muhammad Hafil
Saat Vape di Indonesia Mulai Diharamkan. Foto: Vape dengan perasa sudah mulai dilarang penjualannya di sebagian negara bagian Amerika. Juga dilarang di Jepang dan India.
Foto: AP
Saat Vape di Indonesia Mulai Diharamkan. Foto: Vape dengan perasa sudah mulai dilarang penjualannya di sebagian negara bagian Amerika. Juga dilarang di Jepang dan India.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rokok elektronik atau yang kerap disebut vapourizer (vape) menjadi tren bagi anak muda Tanah Air belakangan ini. Rokok elektrik bekerja dengan memanaskan larutan (e-liquid) yang biasanya mengandung nikotin, propilen glikol dan atau gliserin nabati, serta perasa.

Meski tidak memakai tembakau, bukan berarti bahaya vaping lebih ringan daripada rokok tembakau. Dikutip dari Alo dokter, rokok elektronik tetap memiliki kandungan nikotin yang dapat meningkatkan risiko peradangan pada paru-paru. Nikotin ini juga disebut berbahaya bagi jantung. Berbagai negara sudah melarang vape. Beberapa negara bagian di Amerika Serikat, Qatar, Yordania, juga Oman melarang vape. Demikian dengan negara, seperti Lebanon, Kamboja, Filipina, hingga Vietnam.

Baca Juga

Untuk menyikapi maraknya vape, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah pun mengeluarkan fatwa dengan mengharamkan rokok elektrik tersebut. Dalam putusan tertanggal 14 Januari 2020 di Yogyakarta, Majelis Tarjih dan Tajdid mengungkapkan, hukum me rokok e-cigarette adalah haram sebagai mana rokok konvensional. Majelis Tarjih dan Tajdid menilai, merokok e-cigarette termasuk kategori perbuatan mengonsumsi khabâ'i (merusak/ mem bahayakan). Rokok tersebut juga mengandung unsur menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan, bahkan merupakan perbuatan bunuh diri secara cepat atau lambat sesuai dengan QS al-Baqarah (2): 195 dan QS an- Nisa' (4): 29.

Tidak hanya itu, vape dinilai membahayakan diri dan orang lain yang terkena paparan uap e-cigarette, sebagaimana telah disepakati oleh para ahli medis dan aka demisi. Rokok jenis itu pun dinilai mengandung zat adiktif dan unsur racun yang membahayakan, tetapi dampak buruk e-cigarette dapat dirasakan baik dalam jang ka pendek maupun jangka panjang.

Berdasarkan logika qiyâs aulâwi, ke haraman e-cigarette lebih kuat dibanding kan dengan rokok konvensional. Pasalnya, penggunaan e-cigarette tidak lebih aman di bandingkan dengan penggunaan rokok konvensional sesuai fakta ilmiah yang me nunjukkan tidak ada satu pun pihak medis yang menyatakannya aman dari bahaya. Majelis Tarjih dan Tajdid juga berdalil jika merokok e-cigarette dalam jangka waktu yang lama akan menumpuk jumlah nikotin dalam tubuh dan bisa disalahgunakan untuk konsumsi narkoba.

Pembelanjaan e-cigarette juga merupakan perbuatan tab îr (pemborosan) sebagaimana diisyaratkan dalam QS al-Isra (17): 26-27 dan bertentangan dengan unsur-unsur tujuan syariah (maqâ id asy-sya rî'ah), yaitu (1) perlindungan agama ( if addîn), (2) perlindungan jiwa/raga ( if annafs), (3) perlindungan akal ( if al-'aql), (4) perlindungan keluarga ( if an-nasl), dan (5) perlindungan harta ( if al-mâl). Merokok e-cigarette bertentangan dengan prinsip-prinsip kesempurnaan Islam, iman, dan ihsan.

Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah sebelumnya menyatakan, hukum rokok konvensional adalah haram karena termasuk kategori perbuatan melakukan khaba'if yang dilarang dalam QS 7: 157. Menurut Ma jelis Tarjih, merokok pun memenuhi unsur menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan dan bunuh diri secara perlahan. Karena itu, bertentangan dengan larangan Alquran.

Meski Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan, masih akan membahas lebih dalam mengenai vape, PBNU lewat Bahtsul Masail sudah menyatakan pendapat mengenai rokok konvensional. Me nurut PBNU, hukum merokok bisa menjadi relatif dan seimbang dengan apa yang diakibatkannya. Mengingat, hukum itu berporos pada illah yang mendasarinya. Pada satu sisi dapat dipahami jika merokok itu haram bagi orang tertentu yang dimungkinkan dapat terkena mudaratnya. Akan tetapi, merokok bisa mubah atau makruh bagi orang tertentu yang tidak terkena mudaratnya atau mendapatkan mudarat dengan kadar yang kecil.

Jika merokok membawa mudarat relatif kecil dengan hukum makruh, sementara di balik kemudaratan itu terdapat kemaslahatan yang lebih besar, hukum makruh berubah menjadi mubah. Bentuk kemaslahatan itu seperti membangkitkan semangat berpikir dan bekerja bagi perokok. Bahtsul Masail bersandar dari pendapat para ulama, seperti Prof Wahbah Az-Zu hai liy dalam Fiqih al-Islamiy wa Adilla tuh dan Mahmud Syaitut di dalam Al- Fatawa.

Ada pun pendapat dari Mahmud Syaitut, "Tentang tembakau … sebagian ulama menghukumi halal karena memandang bahwasanya tembakau tidaklah memabukkan dan hakikatnya bukanlah benda yang memabukkan, di samping itu juga tidak mem bawa mudarat bagi setiap orang yang mengonsumsi.... Pada dasarnya, semisal, tembakau adalah halal, tetapi bisa jadi ha ram bagi orang yang memungkinkan terkena mudarat dan dampak negatifnya. Sedangkan, sebagian ulama lainnya menghukumi haram atau makruh karena memandang tembakau dapat mengurangi kesehat an, nafsu makan, dan menyebabkan or ganorgan penting terjadi infeksi serta kurang stabil." Wallahualam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement