Selasa 21 Jan 2020 17:12 WIB

Bersambungkah Nasab Orang Tua dengan Anak Adopsi?

MUI menyepakati empat hal penting mengenai adopsi anak.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Muhammad Hafil
Bersambungkah Nasab Orang Tua dengan Anak Adopsi?. Foto: Mengadopsi anak/ilustrasi
Foto: Republika/Prayogi
Bersambungkah Nasab Orang Tua dengan Anak Adopsi?. Foto: Mengadopsi anak/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dalam Islam, nasab (garis keturunan) dengan sistem adopsi merupakan dua hal yang berbeda namun saling berkaitan. Keduanya tak dapat disamakan dan juga tak boleh dipisahkan, lantas bagaimanakah nasab orang tua dengan anak adopsinya?

Dalam buku Himpunan Fatwa MUI Bidang Sosial dan Budaya disebutkan, sesungguhnya para ulama yang tergabung dalam MUI menyepakati empat hal penting mengenai adopsi (pengangkatan anak). Keputusan serta ketetapan itu muncul dalam Rapat Kerja Nasional MUI tahun 1984.

Baca Juga

Adapun keempat fatwanya yakni, Islam mengakui nasab yang sah yaitu anak yang lahir dari perkawinan (pernikahan), mengadopsi dengan pengertian anak tersebut putus hubungan nasab dengan ayah dan ibu kandungnya adalah bertentangan dengan syariat Islam, adopsi dengan tiak mengubah status nasab dan agamanya dilakukan atas tanggung jawab sosial untuk beragam hal (memelihara, mengasuh, mendidik seperti anak sendiri termasuk dari amal saleh yang dianjurkan agama), dan pengangkatan anak Indonesia oleh Warga Negara Asing (WNA) bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 34. Hal itu juga dinilai merendahan martabat bangsa.

Fatwa-fatwa ini mengacu pada dalil-dalil Alquran dan hadis yang mengarah pada adopsi. Misalnya, dalam Alquran Surah Al-Ahzab ayat 4, Allah SWT berfirman: Wa ma ja’ala ad’iyaakum abna-akum dzalikum bi-afwaikum wallahu yaqulul-haqqa wa huwa yahdi-ssabila,”. Yang artinya: “Dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri), yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan yang benar,”.

Dalam hadis riwayat Bukhari, Rasulullah SAW bersabda: “An Abdillah ibn Umar radhiyallahu anhuma anna yazda ibna Harisata maula Rasulullahi SAW ma kunna nad’uhu illa Zaida ibna Muhammadin hatta nazalal-Qur’anu ad’uhum li-abaihim huwa aqsatha indallahi,”. Yang artinya: “Dari Abdullah bin Umar, sesungguhnya ia berkata: Kami tidak meanggil Zaid bin Haritsah melainkan (kami panggil) Zaid bin Muhammad, sehingga turun ayat Alquran yang berbunyi: Panggil lah mereka dengan nama ayah (kandung mereka), itulah yang lebih adil di sisi Allah,”.

Namun begitu, menurut Mahmud Syalthut dalam kitabnya Al-Fatawa mengatakan, bagi ayah angkat diperbolehkan mewasiatkan sebagian dari peninggalannya untuk anak angkatnya. Hal itu sebagai bekal (bagi si anak) di masa depan, agar kelak anak tersebut merasakan ketenangan hidup.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement