Rabu 15 Jan 2020 19:52 WIB

Psikolog Anak Sambut Baik Larangan Sampah Plastik di Sekolah

Gagasan tersebut merupakan pembelajaran yang mudah dimengerti anak.

Rep: my28/ Red: Fernan Rahadi
 Co-Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) yang juga Dosen Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Novi Candra, memberikan materinya pada Seminar Pendidikan Abad 21 Gerakan Sekolah Menyenangkan, Senin (7/8).
Foto: Nico Kurnia Jati
Co-Founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) yang juga Dosen Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Novi Candra, memberikan materinya pada Seminar Pendidikan Abad 21 Gerakan Sekolah Menyenangkan, Senin (7/8).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) baru-baru ini menerapkan larangan penggunaan plastik di lingkungan kerja para pegawainya. Inisisasi tersebut oleh sejumlah pihak diharapkan juga dapat diterapkan di sekolah-sekolah se-Indonesia.

Psikolog anak, Novi Poespita Candra, menyebut apabila kebijakan pelarangan penggunaan plastik  berlaku dalam dunia pendidikan, maka hal itu merupakan langkah strategis dalam pengembangan karakter seorang anak.  “Sebetulnya, ini harus sudah menjadi sebuah gerakan imbauan sedari dulu," ujar Novi saat dihubungi Republika, Rabu (15/1) siang.

Dosen Psikologi Pendidikan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini berpendapat dari pandangan psikologi, gagasan tersebut merupakan bentuk pembelajaran yang mudah dimengerti anak melalui metode experience learning. “Yakni anak belajar dengan mengalami adanya olah laku, misal contoh perilaku nyata mengurangi sampah plastik dengan membawa botol minuman dan kotak makanan sendiri," ujarnya.

Di sisi lain, menurutnya seorang anak juga perlu untuk diajak diskusi, yakni diajak mengelaborasi pengetahuan mengapa perlu adanya larangan penggunaan sampah plastik dan akibat apa yang dapat ditimbulkan. “Itu harus pakai olah pikir, diskusi, ” ujar co-founder Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) ini.

Ia menambahkan juga diperlukan pengenalan olah rasa yang memunculkan emosi bentuk empati pada diri seorang anak. Sehingga, dalam melakukan tindakan yang dilakukan bukan atas perintah melainkan kesadaran yang timbul. “Termasuk pula olahraga yakni ada hubungannya dengan kesehatan ketika seorang anak menjaga kelestarian lingkungan," katanya.

Novi menerangkan bahwa dalam konsep psikologi seorang anak ketika belajar akan menggunakan semua indera dan komponen dalam dirinya, yakni elalui olah pikir kognitif, olah rasa atau perasaan empati yang lahir, olah gerak, dan olah laku.  Novi menyampaikan empat syarat tersebut harus saling menstimulasi dalam membangun penguatan pendidikan karakter.

Sementara itu, ia menambahkan salah satu materi yang hendaknya menjadi bagian dari gagasan tersebut adalah adanya pembelajaran mengenai global warming dan kaitannya terhadap kontribusi makhluk hidup dalam menjaga kelestarian alam.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement