Selasa 14 Jan 2020 11:15 WIB

Mahfud MD Sampai Gus Mus Hadiri Dialog Kebangsaan UII

UII mengundang tokoh-tokoh nasional untuk berbicar keberagaman bangsa.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Dwi Murdaningsih
Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta.
Foto: uii.ac.id
Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Islam Indonesia (UII), Gerakan Suluh Kebangsaan dan Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Islam Swasta Se-Indonesia (BKS PTIS) menggelar Dialog Kebangsaan. Menghadirkan tokoh-tokoh nasional mengusung tema Merawat Persatuan, Menghargai Keberagaman.

Pidato kunci disampaikan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, sedangkan Menkopolhukam dan Ketua Gerakan Suluh Kebangsaan, Mahfud MD, menyampaikan pidato pembuka. Pembicara ada Pengasuh Ponpes Raudlatut Thalibin, K.H. Mustofa Bisri dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti.

Baca Juga

Rektor UII, Fathul Wahid mengatakan, keberagaman merupakan fakta sosial atau bahkan sunnatullah. Karena itu, perlu adanya komunikasi untuk saling mengenal dan memahami yang akhirnya memunculkan persatuan yang harus diikhtiarkan karena tidak hadir dengan sendirinya.

Ketika Muhammad Yamin mengusulkan Bahasa Melayu sebagai bahasa nasional, ia sedang berikhtiar menyatukan bangsa ini yang mempunyai keragaman bahasa. Yang menarik, penggunaan bahasa yang kemudian menjadi Bahasa Indonesia tidak lantas mematikan bahasa lokal.

Dalam pidatonya pada Kongres Pemuda II di Jakarta, Muhammad Yamin mengatakan, jika mengacu ke masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia cuma ada dua bahasa yang bisa diharapjan jadi bahasa persatuan, Jawa dan Melayu. Tapi, Bahasa Melayu yang lambat laun jadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.

"Masih banyak ikhtiar pendiri negara untuk persatuan bangsa Indonesia, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika beberapa di antaranya dan ketika persatuan telah melahirkan RI, tugas kitalah yang harus merawat dan bahkan menguatkannya," kata Fathul di Auditorium Abdulkahar Mudzakir, Selasa (14/1).

Ia mengingatkan, tidak ada negara di muka bumi ini yang dapat maju tanpa persatuan antar elemen bangsanya. Tidak sulit untuk mencari contoh bangsa di muka bumi yang terjebak konflik tidak berkesudahan karena keengganan menghargai keberagamaan dan mensyukuri nikmat persatuan. 

"Karenanya, sebagai anak bangsa Indonesia, pendamba kemajuan yang tidak mungkin dibangun tanpa persatuan dan sudah seharusnya menolak segala anasir jahat yang anti-persatuan dan menafikan keberagaman," ujar Fathul.

Fathul menekankan, dialog kebangsaan salah satu ikhtiar yang tentu tidak berakhir hanya di sini karena harus diusahakan dalam praktik. Maka itu, ia mengajak, persatuan yang sudah dibangun dan sudah menjadi pijakan pembangunan selama ini jangan sampai dirusak.

"Semuanya, semoga menjadi paket lengkap, untuk mendialogkan persatuan bangsa dan bagaimana merawatnya," kata Fathul. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement