Rabu 01 Jan 2020 03:07 WIB

Dosen UB Ungkap Cara Kurangi Perkembangan Radikalisme

Potensi radikalisme masih ada di tahun mendatang.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Esthi Maharani
Radikalisme(ilustrasi)
Foto: punkway.net
Radikalisme(ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Dosen Universitas Brawijaya (UB), Rachmat Kriyantono mengungkapkan, beberapa cara mengurangi perkembangan radikalisme di Indonesia. Hal ini diungkapkan mengingat potensi paham tersebut masih ada di tahun mendatang.

"Saya beranggapan potensi radikalisme pada 2020 masih ada. Peluang untuk mewujud menjadi aksi teror juga masih besar, tergantung pada pemahaman agama, ekonomi dan politik, serta tingkat literasi masyarakat," kata Pakar Komunikasi UB ini dalam kegiatan diskusi di Gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), UB, Kota Malang.

Menurut Rachmat, pendidikan literasi bermedia sosial perlu ditingkatkan untuk mengurangi radikalisme. Sebab, internet menjadi salah satu pemicu merebaknya konten-konten hoaks dan radikalisme. Sementara pengguna internet sebagian besar belum mampu membedakan informasi hoaks atau tidak.

Solusi kedua, Rachmat, menilai, pemblokiran situs radikalisme perlu terus dilakukan. Namun upaya tersebut harus tetap berdasarkan uni publik tentang alasan pemblokiran. Selanjutnya, pemerintah perlu meningkatkan komunikasi budaya lokal dalam beragama.

Upaya berikutnya dengan menguatkan di kurikulum pendidikan agama. Aspek ini harus lebih diarahkan pada perwujudan nilai-nilai hubungan antarmanusia. Tidak lupa mengaitkannya dengan ilmu Pancasila.

Terakhir, diperlukan kesadaran elit untuk beragama dalam berpolitik. Dengan kata lain, bukan berpolitik dalam beragama. "Saya meyakini, jika kelima hal ini sungguh-sungguh dilaksanakan bisa mencegah perkembangan radikalisme menjadi aksi-aksi teror, bahkan bisa mengurangi radikalisme itu sendiri," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement