Senin 30 Dec 2019 16:21 WIB

JPPI Nilai Pemerintah Pentingkan Pendidikan Formal

JPPI menilai pendidikan untuk kelompok rentan (excluded groups) kian dipinggirkan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji (tengah) memaparkan catatan akhir tahun quo vadis pendidikan Indonesia, di kawasan Cikini, Jakarta, Senin (30/12).
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji (tengah) memaparkan catatan akhir tahun quo vadis pendidikan Indonesia, di kawasan Cikini, Jakarta, Senin (30/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai negatif Peraturan Presiden Nomor 82/2019 tentang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Aturan yang akan merombak struktur organisasi di lingkungan Kemendikbud ini dinilai bencana bagi pendidikan kelompok marginal. 

Aturan yang di antaranya memuat rencana penghapusan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (Dirjen PAUD dan Dikmas) merupakan tanda bahwa pemerintah hanya mementingkan pendidikan formal. "Pemerintah tampaknya hanya mementingkan pendidikan formal di bangku sekolah. Sementara pendidikan untuk kelompok rentan (excluded groups) kian dipinggirkan," ujar Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji di Cikini, Jakarta, Senin (30/12).

Baca Juga

Berdasarkan penelitian JPPI, saat ini kelompok rertan dan marginal lebih banyak mengakses pendidikan melalui skema non-formal. Padahal, pendidikan non-formal merupakan salah satu bentuk terciptanya lifelong learning.

"Harusnya pemerintah memberikan perhatian lebih pada jenis pendidikan ini, bukan malah menganaktirikan," ujar Ubaid.

Dengan dihapusnya Dirjen PAUD dan Dikmas di struktur Kemendikbud, menjadi ancaman keberlangsungan pendidikan rakyat kecil. Serta, justru menjauhkan Indonesia dalam mencapai target Sustainable Development Goals (SDGs) 4 Baseline Report for Indonesia Program atau Program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

"Dirjen PAUD dan Dikmas di Kemendikbud sebaiknya perannya dipulihkan kembali bahkan diperkuat, sebab selama ini mereka tidak berdaya karena keterbatasan anggaran," ujar Ubaid.

"Harus diperkuat, bukan malah dilemahkan. Ini penting sebagai bagian dari pendidikan rakyat kecil dan mendukung program literasi berbasis masyarakat dan lifelong learning," lanjutnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mendorong adanya sinergitas antara dua jalur pendidikan, yaitu pendidikan formal dan nonformal. Menurutnya, tiap masyarakat memiliki kebutuhannya masing-masing, yang tidak dapat dipenuhi hanya dengan pendidikan formal. 

“Misalnya Ibu-Ibu di desa yang waktu kecil tidak mendapat pendidikan formal yang memadai karena satu dan lain hal. Sekarang pemerintah bisa membantu mereka melalui pendidikan non formal. Contohnya keterampilan di sektor ekonomi kreatif seperti kuliner, fashion, dan kriya,” ujar Hetifah.

Hal ini, menurutnya, lebih efektif untuk masyarakat, dibandingkan memaksakan mereka ikut pendidikan formal. Karena targetnya lebih tersasar dan lebih bertujuan untuk meningkatkan kemampuan seseorang.

"Selama ini pemerintah belum concern ke sini, dan biasanya hanya dijalankan oleh swasta atau inisiatif masyarakat. Dengan adanya dukungan dari pemerintah, kita harapkan pendidikan non formal akan tumbuh pesat,” ujar Hetifah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement