Senin 23 Dec 2019 14:08 WIB

Pengamat Kritisi Perubahan Kuota PPDB 2020

Peningkatan kuota PPDB jalur prestasi dinilai bertentengan dengan tujuan zonasi.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Dwi Murdaningsih
Sejumlah calon peserta didik bersama orang tuanya mengikuti proses verifikasi berkas administrasi akademik dan non akademik di SMA Negeri 1 Ungaran, Kabupaten Semarang, Senin (2/7). Hari ini mulai dilakukan verifikasi berkas bagi PPDB sistem Zonasi.
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Sejumlah calon peserta didik bersama orang tuanya mengikuti proses verifikasi berkas administrasi akademik dan non akademik di SMA Negeri 1 Ungaran, Kabupaten Semarang, Senin (2/7). Hari ini mulai dilakukan verifikasi berkas bagi PPDB sistem Zonasi.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA--Pengamat Pendidikan Doni Koesoema mengkritisi kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di era Nadiem Makarim yang mengubah presentase jalur prestasi dalam zonasi PPDB 2020 menjadi 30 persen. Doni mengingatkan, tujuan sistem zonasi adalah pemerataan kualitas pendidikan dan keadilan sosial.

Menurut dia, memperbesar kuota jalur prestasi justru bertentangan dengan tujuan tersebut. "Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan, bukan cara meningkatkan prestasinya, kan dengan 30 persen jalur prestasi artinya pemeritah itu tetap melaksanakan elitisme," ujar Doni saat dihubungi wartawan, Ahad (22/12).

Baca Juga

Ia menerangkan, semakin besar jalur prestasi membuat sekolah lebih banyak diisi oleh kelompok anak dengan prestasi. Padahal, salah satu keinginan banyak pihak, bagaimana memeratakan sekolah-sekolah.

Karena itu, bukannya mengurangi, Doni justru mempertanyakan kebijakan Mendikbud tersebut.

"Karena selama masih ada jalur prestasi, kita berarti masih membedakan anak-anak itu berprestasi atau tidak, padahal dalam proses pendidikan kita harus percaya semua anak itu berprestasi, prestasinya macem macem, jadi ini kemunduran," kata Doni.

Karena itu, ia menilai aturan sistem zonasi PPDB 2020 justru mengaburkan tugas Pemerintah dalam meningkatkan kualitas dan layanan pendidikan di sekolah-sekolah yang belum standar.

"Kan seperti itu dulu tuntutannnya, seperti itu, malah kenapa menambah prestasi, seharusnya prestasi dikurangi, yang sekolah belum standar itu ditingkahkan sarana dan prasarananya, guru gurunya ditingkatkan kemampuannya," kata Doni.

Selain itu, Dosen Universitas Multimedia Nusantara itu juga menyoroti jalur afirmasi sebesar 15 persen diatur khusus di luar jalur zonasi. Menurut dia, perubahan itu tidak mengikuti esensi tujuan sistem zonasi yakni keadilan sosial.

"Jalur afirmasi ini kemunduran, karena zaman sebelumnya itu 90 persen zonasi itu termasuk anak anak disabilitas dan anak anak anak dari keluarga tidak mampu," ujar Doni.

Ia khawatir jika anak-anak yang tidak mampu berada dalam zonasi, justru tidak dihitung berdasarkan kuota zonasi

"Dia tidak dihitung yang 50 persen tapi dia dihitung dari 15 persen. itu artinya jalur anak anak tidak mampu jadi sangat berkurang, merupakan bentuk ketidakadilan karena justru dari keluarga tidak mampu ini yang harus mendapatkan akses untuk memperoleh pendidikan yang baik," katanya.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengubah jumlah presentase dalam kebijakan PPDB 2020. Persentase yang berubah sebagai berikut:

1. Jalur zonasi minimal 50 persen

2. Jalur afirmasi minimal 15 persen

3. Jalur perpindahan orangtua/wali maksimal 5 persen

4. Jika ada sisa kuota, jalur prestasi dapat dibuka, bisa berdasarkan UN ataupun prestasi akademik dan non-akademik lainnya. Jalur ini, dengan demikian, maksimal 30 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement