Kamis 12 Dec 2019 19:36 WIB

Jokowi Buka Opsi Pengelolaan SD-SMA Ditarik ke Pusat

Jokowi mesrestui Mendikbud menghapus ujian nasional.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Dwi Murdaningsih
Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka opsi ditariknya lagi pengelolaan sekolah, dari dasar hingga menengah, kembali ke pemerintah pusat.  Foto: Presiden Joko Widodo (tengah) meresmikan Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek di KM 38, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (12/12/2019).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka opsi ditariknya lagi pengelolaan sekolah, dari dasar hingga menengah, kembali ke pemerintah pusat. Foto: Presiden Joko Widodo (tengah) meresmikan Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek di KM 38, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (12/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka opsi ditariknya lagi pengelolaan sekolah, dari dasar hingga menengah, kembali ke pemerintah pusat. Saat ini, sesuai dengan Undang-Undang (UU) nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda, pengelolaan SD-SMP berada di bawah pemerintah kabupaten/kota dan pengelolaan SMA/SMK berada di bawah pemerintah provinsi.

Pernyataan Jokowi ini menyusul restunya kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim untuk menghapus Ujian Nasional (UN). Per 2021 mendatang, UN akan diganti dengan assessment atau penilaian kompetensi terhadap sekolah dan tenaga pendidik dan survei karakter terhadap siswa.

Baca Juga

Melalui assessment kompetensi nanti, sekolah akan dituntut memenuhi semacam 'passing grade' atas standardisasi mutu pendidikan. Jokowi menyampaikan, dari hasil assessment ini pula akan diketahui sekolah-sekolah mana saja yang membutuhkan perbaikan kualitas, termasuk bila pemerintah pusat harus mengulurkan suntikan dana tambahan.

"Kebijakan policy ada di pemerintah pusat. Bisa saja nanti misalnya, perhitungan dari Kemendikbud seperti apa, guru ditarik lagi ke pusat. Bisa saja dilakukan. Ini hanya geser anggaran dari daerah ke pusat lagi. Itu saja. Kalau kebijakan ini bisa naikkan kualitas pendidikan akan kita jalani terus," ujar Jokowi usai meresmikan tol layang Jakarta-Cikampek II, Kamis (12/12).  

Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim optimistis kebijakannya menggantikan Ujian Nasional (UN) dengan assessment (penilaian) kompetensi tidak akan menghasilkan 'siswa lembek'. Menurutnya, pergantian sistem UN dengan penilaian kompetensi justru akan memberi tantangan yang sesungguhnya bagi sekolah. Sekolah, ujarnya, dituntut menerapkan pola pembelajaran yang tidak semata berisi hafalan materi.

"Malah lebih menchallenge sebenarnya. Tapi yang menchallenge itu bukan muridnya, yang menchallenge itu buat sekolahnya untuk segera menerapkan hal-hal di mana pembelajaran yang sesungguhnya terjadi, bukan penghafalan," kata Nadiem.

Ujian Nasional sendiri, ujar Nadiem, tetap akan dijalankan pada 2020 nanti. Baru pada 2021, UN sepenuhnya diganti dengan penilaian kompetensi dan survei karakter. Penilaian kompetensi nantinya tidak akan berdasar mata pelajaran saja, namun juga numerasi literasi dan survei karakter siswa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement