Rabu 11 Dec 2019 22:19 WIB

Terkait UN Dihapus, Orang Tua: Setuju Asal SDM Ditingkatkan

Kalau UN dihapus harus tetap ada barometer kontrol bagi guru dan murid

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pelajar SMP saat mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di ruang kelas SMP Negeri 5 Kota Sorong, Papua Barat, Selasa (23/4/2019).
Foto: Antara/Olha Mulalinda
Pelajar SMP saat mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di ruang kelas SMP Negeri 5 Kota Sorong, Papua Barat, Selasa (23/4/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang tua dari siswa yang bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP) 161 Jakarta Selatan, Renny Triandajani mengatakan setuju jika Ujian Nasional (UN) dihapuskan karena penyerataan pendidikan di semua wilayah itu belum tentu sama. Sehingga tidak adil kalau penilaian akhir siswa dibebankan ke nilai UN tanpa mempertimbangkan hasil belajar selama tiga tahun.

"Saya setuju kalau UN itu dihapuskan karena di Indonesia kan pendidikan belum merata apalagi di daerah pedalaman. Jadi, harus ada pembaharuan. Gimana caranya agar siswa berkualitas ketika lulus dari sekolahnya?," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (11/12).

Renny menambahkan kalau UN dihapuskan berarti Sumber Daya Manusia (SDM) seperti guru di dunia pendidikan harus berkompeten. Jangan tidak maksimal dalam mengajar untuk para siswanya. Harus ada barometer kontrol untuk para guru dan murid.

Renny berharap pembaharuan untuk pendidikan kedepannya bisa membuat para siswa mengerti pelajaran di sekolah. Tetapi harus jelas standar kompentensinya seperti apa. "Harus ada penyelesaian agar semua pendidikan merata terutama di daerah. UN dihapuskan pengajaran guru harus ditingkatkan," kata dia.

Sebelumnya diketahui, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nadiem Makarim akan mengubah sistem penilaian pendidikan nasional menjadi lebih sederhana. Ia mengatakan, pada 2021, sistem penilaian yang selama ini menggunakan UN akan diganti menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter.

Asesmen kompetensi minimum akan menilai aspek literasi dan numerasi. Nadiem menjelaskan, literasi yang dimaksud bukanlah sekadar kemampuan membaca. Literasi adalah kemampuan menganalisis suatu bacaan. Jenis penilaian selanjutnya adalah numerasi. Numerasi, kata Nadiem, adalah kemampuan menggunakan angka-angka.

"Ini adalah dua hal yang akan menyederhanakan asesmen kompetensi yang dilakukan mulai 2021. Jadi, bukan berdasarkan mata pelajaran lagi, bukan berdasarkan konten. Ini berdasarkan kompetensi dasar yang dibutuhkan murid-murid untuk bisa belajar apapun mata pelajarannya," kata Nadiem, saat membuka Rapat Koordinasi bersama Dinas Pendidikan di Indonesia, di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (11/12).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement